Ketika pembaca membaca "kau", ia juga seperti turut berperan
Pada posisi kata ganti orang kedua, pembaca seolah-olah juga diajak berperan. "Kamu", "Saudara", dan "Anda" seperti menyapa pembaca.Â
Pembaca dituduhkan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang menguntungkan atau merugikan tokoh utama (aku). Pembaca ikut bermain dalam cerita. Rasakan kembali petikan ilustrasi cerpen di pembuka tulisan ini.
Kata "aku" dan "kau" secara tidak langsung bisa menyiratkan pengarang dan pembaca
Khusus cerpen-cerpen cinta atau yang bermain sangat emosional, emosi pembaca lebih mudah dipancing dengan kedua kata ganti itu. Entah, pembaca memiliki kondisi yang sama sebagai "aku" atau "kau".
Berbeda cerita jika cerpen mengulas orang ketiga, semisal menyebut nama. Pembaca hanya berposisi sebagai benar-benar pembaca, menyaksikan kisah orang lain sedang diceritakan. Pembaca berada di luar "ring", tidak masuk dalam cerita.
Terjadi hubungan intens antara keduanya
Ketika "aku" dan "kau" terus ditulis dan dibaca ulang, muncul hubungan intens antara keduanya (pengarang dan pembaca). Pemeran sama-sama tunggal. Cerpen terasa milik berdua. Mesra sekali.
Tidak ada orang lain. Ini contohnya seperti cerpen yang merupakan sebuah surat dari seseorang (aku) kepada yang dirindukan (kau). Orang itu (bisa pengarang sendiri) mengulang kisah-kisah cinta dan perasaan ingin bertemu. Pembaca seolah-olah menjadi orang yang sedang dirindukan.
Akhir kata...
Jika kita malas memasukkan banyak tokoh dalam cerpen atau bingung mencari nama seseorang agar tidak dimaksudkan sedang membicarakannya, pakai saja pemeran "aku" dan "kau".