Namanya pedagang kelontong, mereka adalah orang yang membeli barang dan menjual kembali untuk kebutuhan sehari-hari. Itulah pekerjaan mereka.
Mereka bukan tempat tukar uang, yang dengan mudah kita bisa sekadar menukar. Tidak ada barang keluar masuk (jual beli) yang timbul akibat kegiatan tukar uang.
Tidak ada untung baginya sehabis menukar
Kalau Anda pernah melihat jasa tukar uang yang bertebaran di dekat tempat transportasi publik seperti stasiun atau terminal, para pemberi jasa itu memungut sekian Rupiah dari uang yang kita tukar, sebagai upah jasa.Â
Semisal Rp100.000,00, barangkali uang kecil yang kita peroleh hanya Rp95.000,00. Upah mereka sebesar Rp5.000,00. Sementara tukar uang di warung kelontong tidak ada keharusan seperti itu.Â
Jikalau pedagang mau melakukan, jarang -- bahkan tidak pernah -- mereka memotong nilai uang kecilnya. Mereka tidak dapat untung. Jadi pedagang kok malah tidak untung?
Apalagi sekarang, pedagang kelontong berusaha keras bersaing dengan pasar-pasar swalayan mini modern yang semakin banyak bak cendawan pada musim hujan. Potensi datangnya pembeli menjadi berkurang karena terbagi ke mereka.
Dia juga butuh uang kecil untuk kembalian
Bagian ini paling penting. Uang kecil di warung kelontong sangat besar peranannya, terutama sebagai kembalian bagi pembeli yang uangnya besar.
Jika masih pagi dan toko baru buka, tentu belum banyak transaksi terjadi. Uang kecil -- seperti Rp2.000,00 -- masih sangat sedikit jumlahnya. Tegakah kita menukarkannya?
Suka-suka dia bila menolak