Seumur-umur, pasti Anda pernah membaca buku. Kendati tidak hobi, minimal buku pelajaran di sekolah. Mau tidak mau, dibaca agar lulus ujian. Bagi yang hobi membaca, ada buku lain sesuai selera masing-masing.Â
Masih adakah buku teronggok begitu saja, berlapis debu, yang sengaja dibeli oleh Anda, tetapi tidak terbaca habis, bahkan tidak sempat dibaca, atau mungkin tidak ingin dibaca sama sekali?
Saya selalu kagum dengan sebagian orang yang tersimak baik di film maupun kenyataan, yang selalu saja membawa buku ke mana pun pergi. Di kereta, pernah terlihat orang membaca buku. Dalam pesawat pun demikian.Â
Barangkali mereka suka atau ada keperluan lain yang memaksa untuk membaca buku. Saya dulu waktu ujian sekolah, kerap membaca buku dalam angkutan kota.Â
Detik-detik terakhir sebelum masuk kelas, masih dibaca. Maksudnya, agar hafalan tidak hilang di tengah jalan dan masih teringat seusai membuka soal dan hendak mengisi lembar jawaban. Hahaha...
Sungguhlah beragam motif orang beli buku. Kalau sekolah, memang kewajiban guna belajar. Kalau hobi, disinyalir bisa karena suka dengan penulisnya.Â
Boleh jadi, ingin belajar dari cara menulis si penulis. Bisa pula, sekadar ikut-ikutan punya buku agar tidak dianggap kuno. Tidak perlu-perlu amat, tetapi memutuskan membeli, semisal karena hubungan persaudaraan atau pertemanan.
Ikut menyemarakkan dan mendukung profesi teman sebagai penulis. Sah-sah saja dan bebas dilakukan. Tetapi, dalam setiap pembelian buku, ada pengorbanan dikeluarkan.
Waktu untuk memilih, ongkos transportasi, dana untuk membeli, dan selanjutnya yang tentu bisa diuangkan. Barangkali kita sepakat, pengorbanan beli buku janganlah sampai sia-sia.
Pengalaman saya membaca buku
Semenjak pertengahan tahun lalu sampai sekarang -- kurang lebih setahun sudah, saya telah membeli 26 (dua puluh enam) buku kumpulan cerpen dari tahun ke tahun.
Masing-masing rata-rata berjumlah 150 halaman. Semuanya sudah habis saya baca hingga detik ini. Kalau dibagi 12 bulan, berarti ada minimal 2 buku per bulan yang saya baca.
Saya merasa sangat perlu membacanya sampai habis. Saya sengaja menaruh buku-buku yang belum dibaca pada tempat yang gampang terlihat setiap saya beraktivitas dalam rumah. Tentu, selain kerap membawanya -- barang satu -- ke mana-mana.
Buku itu harus saya baca. Ada beberapa pertimbangannya:
Belajar melaksanakan niat
Saya tidak tahu niat apa yang mendasari Anda pertama kali beli buku. Kalau saya, karena suka membaca cerpen. Saya merasa cerpen adalah hiburan dan skenario pendek tentang kehidupan yang bisa mengajar hal bermanfaat.
Saya memutuskan beli buku untuk memuaskan itu, yang hanya bisa diperoleh seusai selesai membacanya. Saya berkomitmen melaksanakan niat, bahkan tidak menyangka bisa sebanyak itu buku terbaca. Barangkali karena perasaan suka memang terkadang membuat orang tidak terkendali.
Menghargai uang yang telah dikeluarkan
Buku-buku itu tidaklah murah, kawan! Sebagaimana pula buku-buku yang Anda beli. Paling tidak, saya harus mengeluarkan Rp50.000,00 ke atas untuk memperoleh satu buku.
Jika uang itu saya gunakan untuk hal lain, tentu bermanfaat, dan ternilai lebih bermanfaat jika buku itu ternyata hanya saya biarkan begitu saja, tidak terbaca. Sayang sekali uang yang telah dikeluarkan.Â
Apakah kita sudah punya uang berlebih sehingga perlu menghamburkannya untuk hal yang tidak jelas? Seperti membeli buku tanpa membacanya?
Tidak menyia-nyiakan pengetahuan
Berdasarkan niat membeli buku, pasti ada alasan mengapa kita memilih buku itu. Menambah pintar dan memperluas pengetahuan. Membuat hidup lebih asyik karena terhibur dengan cerita buku.
Kalau yang suka menulis, bisa tertolong dan belajar gaya menulis si penulis buku. Banyak kosakata baru yang baru kita tahu dan menjadi melimpah seiring kebiasaan terus membaca buku.
Dengan membaca buku yang dibeli, kita tidak menyia-nyiakan pengetahuan di dalamnya. Itu sudah dipikirkan masak-masak dan berdasarkan perenungan mendalam oleh penulisnya, yang tentu sangat bermanfaat.
Saya bisa mengarang cerpen sampai sejauh ini hanya karena telah belajar dan membaca cerpen-cerpen para pengarang. Mustahil, tanpa membaca, saya bisa mengarang dengan baik.
Membuat waktu jadi lebih berharga
Barangkali tidak ada yang tidak sepakat bahwa menghabiskan waktu dengan membaca buku sangat bermanfaat adanya. Perintah membaca buku diyakini menjadi perintah mendasar, agar orang jadi tahu dan tidak mudah dibodohi.
Waktu yang terus berjalan, detik demi detik, menit beralih ke jam, terasa berguna bersama satu demi satu pengetahuan yang diperoleh seusai membaca buku.Â
Kita bisa tahu banyak hal. Bercerita pula banyak hal tentangnya. Daripada sekadar tidur-tiduran dan bermalas-malasan, mengapa kita tidak membaca buku saja?
Akhir kata...
Coba tengok lagi, berapa buku yang tersimpan di lemari Anda. Sudahkah semua terbaca sesuai niat Anda yang membara pada saat pertama kali membelinya?
Pikirkan lagi, berapa uang yang telah dikeluarkan. Saya tidak bermaksud membuat Anda menyesal dengan mengetahui kembali semua itu. Masih bisa tergantikan kok, semua pengorbanan itu, dengan membacanya.
Tiadalah waktu menjadi terbuang seusai membaca buku. Tiadalah uang menjadi sia-sia saat membelinya, ketika kita sudah beroleh pengetahuan dari buku-buku itu.
Mari, terus membaca.
...
Jakarta
20 Oktober 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H