Pemilihan pohon Tarra sebagai pusara bukan tanpa alasan. Dilansir Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, batang pohon Tarra yang besar dianggap sebagai pengganti rahim ibu. Jadi, dengan "menanamkan" jenazah di dalam batang pohon, bayi yang sudah meninggal seperti dikembalikan ke kandungan ibunya.
Melalui cara ini, warga Toraja percaya, bayi-bayi lain yang lahir kemudian akan terselamatkan dari takdir yang sama, yaitu kematian. Selain itu pohon Tarra memiliki getah yang sangat banyak. Getah ini dimaksudkan sebagai pengganti air susu ibu.
Ada lagi cerpen "Kasur Tanah" karya Muna Masyari, terpilih menjadi cerpen pilihan Kompas tahun 2017 dan juga terbaik seperti "Di Tubuh Tarra, dalam Rahim Pohon".
Secara garis besar, cerpen ini mengangkat tema tentang kebiasaan yang berlaku di masyarakat Madura. Penggunaan kata "Embu" yang berarti "ibu" dalam bahasa Madura kental sekali.
cerpen budaya lain yang juga mendapat perhatian lebih dari redaktur Kompas sehingga dibukukan menjadi cerpen pilihan. Barangkali setiap buku per tahun, tidak ada satu pun yang tidak ada cerpen budayanya.
Masih banyakAda keterbatasan yang tidak boleh dilanggar
Saya berpendapat bahwa cerpen budaya memiliki nilai unik dibanding cerpen lain. Di sini, tentu cerpen bukan asal sembarang cerita.
Ada hal-hal yang sudah pernah ada, diliputi batasan-batasan tertentu, yang tidak boleh dikarang oleh imajinasi pengarang. Ini karena sumber cerita berasal dari budaya suku tertentu, yang harus seperti itu adanya. Barangkali imajinasi bisa dikembangkan seputar konflik yang tidak mengubah budaya.Â
Bagaimana suku memercayai sesuatu, mengapa melakukan bahkan menganggap sebuah malapetaka jika alpa, hal-hal dan barang apa saja yang diperlukan untuk melakukan adat istiadat, dan seterusnya seputar budaya suku adalah hal pakem yang tidak boleh diubah.
Pengarang hanya merangkai kembali muatan cerita budaya dalam gaya bahasa fiksi, sehingga asyik dan terkesan lebih ringan dibaca.
Susah payah menulisnya...