Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Cerpen Itu Memuaskan Pengarang atau Menyukakan Pembaca?

21 September 2021   21:59 Diperbarui: 21 September 2021   22:25 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengarang cerpen, sumber: unsplash.com via teen.co.id

Ada sekian banyak pembaca penyuka cerpen tersebar di media sosial. Masing-masing punya selera dan genre berbeda. Ada yang suka cerita datar dan sederhana. Ada yang gemar dengan cerpen berkonflik rumit. 

Ada yang suka cerpen tidak terlalu panjang. Ada yang mengharuskan cerpen sesuai standar panjangnya. Ada yang cinta dengan keindahan berbahasa dalam kalimat demi kalimat. Ini belum mempersoalkan akhir cerita, yang sebagian suka dengan bahagia, sebagian lagi memilih kesedihan.

Jika cerpen bisa menggambarkan keadaan pembaca terkini, seolah-olah menyuarakan kegelisahan dan perasaan yang terpendam lama tetapi tidak bisa disampaikan, sudah tentu cerpen disukai.

"Gue banget ini!"

Tidak bisa dimungkiri, ada kala pengarang memikirkan itu. Bagaimana ya tanggapan pembaca setelah diunggah? Ada tidak ya yang suka? Bagaimana seandainya tidak ada yang baca? Saya pernah mengalami.

Bisa hilang semangat bila tidak mendapat apresiasi dan berpikir lebih tentangnya

Bukti bahwa cerpen kita disukai -- entah karena penilaian objektif atau subjektif -- gampang dilihat dari tanda suka. Di Kompasiana atau media tulis lain, biasanya tersedia kolom komentar dan klik tanda suka (rating).

Jika semakin banyak suka dan komentar positif bertebaran, pasti pengarang suka. Paling mengharukan jika ada yang sampai membagikan tautan cerpen ke orang lain.

Sebaliknya, tidak usah berpura-pura membohongi diri, seandainya orientasi menulis lebih kepada pembaca, bisa-bisa hilang semangat jika sepi apresiasi.

Memikirkan pembaca jangan sampai membatasi imajinasi

Lantas, kepentingan pembaca membayangi pemikiran pengarang. Pengarang mendapat beban untuk memuaskan pembaca. Apalagi jika sudah ada nama dan tidak ingin kehilangan pembaca. Meski ada saat di mana mengarang perlu mempertimbangkan sasaran pembaca yang dituju.

Imajinasi pengarang dipengaruhi oleh standar kesukaan pembaca. Semisal, cerpen dengan akhir cerita bahagia lebih banyak disukai. Lalu, agar tetap bahkan semakin disukai, cerpen yang dituliskan semuanya sama, berakhir bahagia.

Tidak ada barang satu kesedihan. Pikiran pengarang seperti telah dibatasi oleh kemauan pembaca. Sampai di sini, pengarang bisa terjebak dalam kebosanan. 

Padahal, pengarang perlu meragamkan cerpennya supaya lebih segar pikiran. Tahu sendiri, jika itu-itu saja pasti cepat jenuh. Pengarang pun terancam tidak berkembang kemampuan mengarangnya.

Cerpen pun sesekali bermanfaat melepaskan emosi

Pada sisi lain, cerpen bermanfaat untuk melepaskan emosi pengarang. Meskipun ia tidak secara langsung bercerita sebagai dirinya, ada perilaku dan perasaan tokoh yang mewakili dirinya.

Emosi yang tidak bisa diungkapkan di dunia nyata dengan luas dibebaskan dalam cerpen. Pemakaian kata-kata tidak sopan pun diperbolehkan sebagai bentuk luapan amarah. Biasanya dinyatakan sebagai reaksi dari tokoh jahat.

Jika perasaan kesedihan lebih mendominasi pengarang, sementara ia harus membuat cerita bahagia demi memuaskan pembaca, alangkah berat beban si pengarang.

Kendati cerpen berhasil dan selesai, pasti penyampaian rasa bahagia tidak maksimal. Ada kata-kata mengandung kesedihan yang sedikit banyak bercampur dalam cerpen.

Pengarang pun tidak sedang berkompetisi

Selain untuk mengikuti lomba, pengarang dalam mengarang tidak sedang berkompetisi. Tidak ada yang sedang minta dipuaskan. Meskipun diharap semakin baik dari hari ke hari kemampuan mengarangnya, pengarang tidak sedang menciptakan cerpen untuk dinilai juri atau pembaca.

Di Kompasiana, saya menganggap semua pengarang sedang memberikan dan meramaikan kanal fiksi khususnya cerpen dengan karya masing-masing. Semua punya ciri khas. Bagi yang hobi, bisa sehari pasti mengarang cerpen.

Tetapi, bisakah pengarang dan pembaca menjadi suka pada saat bersamaan?

Tidak menutup kemungkinan, ini bisa terjadi. Pengarang puas dengan cerpennya lewat imajinasi yang tidak terbatasi, sebagian pembaca bereaksi positif dengan memberi nilai dan komentar.

Ya, sebagian. Tidak bisa seluruhnya. Kembali ke pendapat awal, setiap pembaca punya selera masing-masing. Suka-suka mereka, ingin memilih cerpen mana untuk dibaca. Janganlah pengarang terlalu memikirkan.

Ada baiknya...

Pengarang lebih fokus mengembangkan kemampuan mengarang dengan belajar. Lebih leluasa tanpa sekat, bayangan, dan beban dalam meluaskan imajinasi.

Lebih sering mengarang tanpa melihat ada apresiasi atau tidak. Saya selalu yakin, semakin bagus kualitas cerpen, pembaca perlahan datang dan memberi apresiasi.

Jadi...

Mengarang cerpen itu untuk siapa sebetulnya? Untuk kepuasan pengarangkah atau kepentingan pembaca? Tiap-tiap pengarang yang bisa menjawab.

Jika bisa terjadi sekali dayung dua tiga pulau terlampaui, puji syukur. Jika tidak, pengarang jangan sampai kecewa. Yang penting, pengarang mendapat kepuasan karena telah berhasil menyelesaikan cerpen. 

Sulit lho menyelesaikan sebuah cerpen! Seiring berjalan waktu, seiring seringnya mengarang dan banyak membaca sehingga membuat kualitas cerpen semakin baik, pembaca akan datang sendiri. Tidak perlu terlalu dipikirkan.

...

Jakarta

21 September 2021

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun