Istriku masih tergeletak di atas tempat tidur. Tangannya masih tertancap selang infus. Di sampingnya, dalam inkubator, Jeremy kecil sedang tidur nyenyak.Â
Ketika aku menengok mereka berdua, aku tidak bisa melupakan bagaimana istriku menahan kesakitan yang begitu luar biasa saat melahirkannya. Aku merasakan tangannya menggenggam erat tanganku. Ia menggigit selimut biru itu kencang-kencang, seperti begitu parah deritanya. Ia sedikit tenang saat tanganku satu lagi membelai rambutnya. Kukecup keningnya.
Sebagai seorang ibu, seharusnya ia yang lebih berhak dan pantas memberikan nama. Sejak awal-awal pernikahan kami, ia pun sudah menuliskan sebuah rangkaian nama di secarik kertas dan membacakannya untukku, siapa nama anak kami kelak. Dalam tiga nama berurutan, ia bersikeras dan harus itu namanya. Sekali lagi, kebiasaan keras kepalanya hanya membuatku terdiam.
"Steven Leonardo Jeremy," begitu ujarnya. Apa ia punya kemampuan meramal? Bisa tepat sekali usulan namanya dengan jenis kelamin anak kami yang baru lahir sembilan tahun kemudian?
"Pokoknya, harus ini namanya. Saya tidak mau ada orang lain memberi nama. Titik!" Ia berkata dengan tegas waktu itu. Aku sendiri seperti tidak boleh memberi usulan nama.Â
Daripada kami berdebat, lebih baik aku mengiyakan saja. Tahu sendiri, kalau sudah didebat kepala batunya, ia bisa berhenti melayaniku di atas ranjang.Â
Aku hanya berteman dengan sepi dalam setiap malam. Siapa suami yang tahan dengan dinginnya sentuhan?
Pikiranku kacau saat ini. Jika papaku mengetahui hal itu, aku bisa saja dianggap melawannya. Posisi direkturku bisa hilang dari tangan. Aku akan kembali menjadi pegawai biasa, dan tentu fasilitas-fasilitas bos akan tidak ada lagi. Siapkah istriku atas kenyamanan yang hilang itu?
Belum lagi potensi aku diusir dan harus mencari rumah baru jika aku tidak mengiyakan permintaan ayah mertuaku. Mengapa mereka begitu repot soal pemberian nama? Adakah memang nama begitu penting sehingga harus dipermasalahkan? Sampai sejauh mana dan sepantas apakah orangtua mencampuri urusan rumah tangga anaknya?
Istriku belum bangun. Dalam suara lirih dan sedikit mengigau, ia memanggil, "Steven, Steven." Pikiranku semakin kacau. Steven, Satriyo, atau Anggara? Istriku, papaku, atau ayah mertuaku?Â
Sebaiknya, siapa nama anakku?