Mata kiri lelaki satu mata itu menyorot tajam. Dari kejauhan, ia bisa melihat, apa yang benar-benar tertampil pada ponsel itu lewat bayangan yang terpantul pada mata pemuda itu. Seorang gadis bertubuh sintal, berbuah dada padat, sedang bergoyang-goyang. Dasar mata mesum!
Mata kiri lelaki satu mata itu yang begitu indah dan murni sanggup melihat semua itu.
Sepulang dari perjalanan, sesampainya di rumah, lelaki itu berdiam di kamar. Ia tafakur. Sebentar tetapi dalam, ia belajar tentang kehidupan.Â
Apakah di dunia ini sudah tidak ada lagi mata-mata yang tulus berbuat kebaikan? Apakah dunia ini telah begitu cemar dengan mata-mata mesum yang merendahkan? Mengapa semua mata selalu licik dengan menyelipkan maksud dalam setiap kebaikan?
Pada sisi lain, semua mata yang telah ditemuinya sebetulnya tidak membuat ia terlalu heran. Ia tiba-tiba bisa mengingat kembali masa-masa hidupnya sebelum dilahirkan.
Ketika ia menjadi anak orang berada dan dengan begitu mudah tanpa simpati selalu menatap sebelah mata dan melemparkan pandangan merendahkan kepada pembantu-pembantu di rumahnya.
Ketika ia meminta uang kepada orangtuanya untuk melunasi tagihan uang sekolah, tetapi akhirnya dibuat bermain judi dan berpesta pora.Â
Ketika ia berupaya membantu seorang wanita dengan berbuat baik padanya dan berdalih tulus, padahal ia hanya ingin menyetubuhi tubuh elok wanita itu.Â
Ketika ia tidak mampu berhenti dari kebiasaan berganti-ganti pasangan dalam pergaulan seks bebasnya. Matanya selalu bernafsu melihat lekuk-lekuk tubuh perempuan yang begitu mudah ditipunya.
Mendadak ia mengantuk dalam perenungan. Seberkas cahaya mendatanginya. Kembali dalam suara gema, ia dikagetkan.
"Jadi, sudahkah kau mencari mata yang kau inginkan? Mata mana yang hendak aku ciptakan untukmu?"