Wajar, fasilitas bos lebih baik daripada bawahan. Itu terjadi karena tanggung jawabnya lebih besar, sehingga diharapkan dengan kualitas fasilitas yang meningkat dapat lebih mendukung penyelesaian pekerjaan.
Tetapi, bolehkah anak bos menggunakan mobil untuk urusan pribadi? Istri bos meminta sopir mengantarkannya sekadar pergi ke mal? Bukankah itu menyalahgunakan pemakaian fasilitas kantor? Adakah unsur pelaksanaan pekerjaan yang terpenuhi dari keduanya?
Hubungan bos dengan bawahan sebatas aktivitas pekerjaan
Pada sisi lain, hubungan bos dan bawahan seyogianya hanya sebatas relasi pekerjaan. Bawahan digaji dan diberi tunjangan untuk melakukan pekerjaan kantor. Tidak pernah tertera ada upah tambahan dari kantor seusai melayani keluarga bos.
Ada potensi pula, pekerjaan bawahan menjadi terbengkalai karena mengerjakan sesuatu yang bukan tugasnya. Bawahan kemungkinan besar bukan anggota keluarga bos yang seenaknya dapat disuruh-suruh.
Bos yang baik seharusnya pandai memahami konteks urusan pekerjaan atau pribadi. Menjadi seorang bos tentu lebih pintar daripada bawahan. Ia sudah mengerti, bagian-bagian mana yang harus dan tidak harus dikerjakan bawahan.
Ketidakberesan pekerjaan bawahan karena melakukan pekerjaan lain juga patut mendapat perhatian bos. Toh, nanti bos juga yang repot bukan, seandainya pekerjaan tidak selesai?Â
Tidak pantas pula bos memarahi bawahan jika ketidakselesaian pekerjaan disebabkan bawahan lelah disibukkan dengan pelayanan keluarga bos.
Lantas, bolehkah bawahan menolak?
Tidak dapat dimungkiri, ada sedikit ketakutan dari bawahan semisal tidak melaksanakan perintah bos (apa pun itu). Boleh jadi ia dimutasi ke tempat yang tidak nyaman. Bahkan, dilempar ke kantor cabang di daerah.