Saya tengarai ada tiga sebab utama, mengapa harga makanan di daerah wisata lebih mahal daripada makanan serupa di kebanyakan warung. Bisa satu setengah kali atau dua kali lipat.
Biaya pembentuk harga
Kita tentu paham, harga makanan bukan bahan bakunya saja, contohnya: mi rebus. Tidak hanya mi instan, telur, dan sawi. Ada pula biaya kompor dan gas, sewa tempat, upah pekerja, listrik, dan lainnya, yang dimasukkan ke dalam harga. Akuntansi biaya mencatat itu semua.
Keterjangkauan lokasi
Bagi daerah wisata seperti air terjun terpencil di belakang bukit, yang ke sana harus melewati medan terjal dan ratusan anak tangga. Atau, puncak gunung yang dicapai hanya bisa dengan berjalan kaki. Keduanya, sangat sulit terjangkau.
Pengangkutan bahan makanan dari lokasi belanja ke daerah wisata patut diperhitungkan. Ada ongkos bensin di sana. Ada kelelahan fisik yang jika diduitkan cukup lumayan. Itu membentuk harga.
Keramaian pembeli
Daerah wisata tidak setiap hari ramai pengunjung. Biasanya, hanya ketika libur akhir pekan atau libur nasional, pembeli warung makan membeludak. Bagi penjual yang pekerjaannya hanya membuka warung, kenaikan sedikit harga hitung-hitung menutup sepinya pembeli di hari biasa.
Tip mengatur pengeluaran
Saya pribadi pernah mengunjungi daerah wisata. Saya selalu belajar dan mencoba mengerti, fenomena kemungkinan mahalnya harga makanan di daerah wisata.