Seorang lelaki berdiri dalam lift. Ia menyandarkan punggung ke dinding kaca. Lampu penanda lantai 3 menyala. Seorang bapak masuk begitu saja. Ia tersenyum. Lelaki itu membalasnya juga dengan senyuman.
Lift naik terus ke atas. Lampu penanda lantai 10 menyala. Bapak itu keluar. "Mari, Mas. Saya duluan," katanya. Lelaki itu hanya mengangguk. Ia masih saja heran. Mengapa bapak itu, yang bertahun-tahun bekerja dengannya, jarang memanggil namanya?
Saya tidak perlu jelaskan nama itu apa. Cukup Anda ambil akta kelahiran atau lihat KTP, lalu baca di sana. Apakah nama Anda panjang atau singkat? Apakah Anda tahu arti dari nama Anda?
Seiring waktu berjalan, tidak hanya nama itu yang melekat pada kita. Ada nama kecil, berupa panggilan. Ada nama ejekan, untuk lucu-lucuan. Belum lagi nama samaran, seperti alias, yang biasanya digunakan para penjahat.
Dalam menyapa, sebagian orang Indonesia terbiasa menggunakan kata sapaan sebagai bentuk penghormatan, seperti Bang, Kak, Mas, Mbak, Bapak, Ibu, dan lainnya. Ada yang hanya menyebut itu, tanpa dilanjutkan dengan nama, persis ilustrasi di atas. Bagi sebagian orang, mungkin biasa. Sebagiannya lagi, betapa tidak biasa.
Kejadian unik
Saya punya kisah unik seputar nama. Mama saya pernah bercerita tentang salah satu saudaranya di kampung. Saudaranya itu melahirkan anak laki-laki dan menamainya "Kennedy", seperti nama mantan presiden Amerika Serikat.
Selang beberapa hari, bayi itu tumbuh sakit-sakitan. Suhu tubuhnya gampang naik. Demam sering terjadi. Keringat dingin terus bercucuran. Menangis setiap malam. Semua itu membuat orangtuanya panik.
Diperiksakan ke petugas kesehatan, tidak ada hasil jelas. Mereka bilang anaknya tidak sakit apa-apa. Lantas, tidak berapa lama -- entah kebetulan atau tidak, kakek dari bayi itu datang ke rumah.
Ia menggendong bayi itu, menatapnya, merapal mantra atau doa, meneguk sedikit air dan langsung menyemburnya, tepat ke muka si bayi. "Mulai sekarang namamu Horas, bukan Kennedy lagi!" kata kakek itu tegas.
Sejak saat itu, namanya berubah, seperti nama saya -- bukan saya lho ya. Tidak ada penyakit yang datang. Tubuhnya semakin sehat. Ia pun berkembang sempurna hingga saat ini.Â
Apakah peristiwa keberatan nama memang bisa terjadi? Apakah bayi itu tidak kuat menyandang nama besar? Saya tidak tahu pasti. Begitulah, kejadian zaman bahela yang penuh misteri. Berkali-kali saya cari logikanya di mana, tetap tidak terpecahkan.
Sensasi jika nama dipanggil
Di Kompasiana, saya selalu membiasakan diri, ketika menyapa para Kompasianer atau menjawab komentar mereka, saya sebut nama setelah kata sapaan. Selain untuk menghormati, karena saya juga ingin dibegitukan.
Ketika mengundang rekan kerja, saya pun memanggil nama mereka. Saya menghargai betapa penting nama bagi seseorang. Sesuatu yang didapat hanya sekali seumur hidup. Ada sensasi tersendiri jika nama itu disebut.
Bukti kita diingat
Dengan menyebut nama, menandakan bahwa kita memberi perhatian lebih kepada seseorang. Sengaja kita tempatkan nama itu di salah satu memori otak.
Mungkin, ia telah berjasa dan pernah menyentuh hati kita, sehingga kita ingat namanya begitu mudah. Mungkin pula, ia adalah orang yang lebih tua atau atasan kita, sehingga penyebutan nama merupakan bentuk penghormatan kepadanya.
Suasana lebih akrab
Bagi sesama teman sebaya, menyebut langsung nama membuat suasana pertemanan terasa lebih erat. Tidak perlu terlalu sopan layaknya baru kenal. Terkadang, seperti diulas di atas, nama ejekan malah yang lebih sering terucap.
Tidak ada yang sakit hati. Semua teman dalam lingkup pertemanan itu memang sudah sepakat dan menganggap penggunaan nama ejekan itu biasa saja.
Menghargai pemberian orangtua
Nama adalah pemberian orangtua, entah itu bapak, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, dan orang lebih tua lainnya, yang merupakan keluarga dekat. Ada pertimbangan khusus dan makna dari setiap nama pemberian.
Lewat penyebutan nama, secara langsung kita telah menghargai usaha orangtuanya. Tidak jarang lho, orangtua juga pusing mencari nama terbaik untuk anaknya.
Didoakan secara tidak langsung
Ucapan adalah doa, bukan? Kebanyakan, nama memiliki arti bagus, bukan? Seperti saya, nama Horas, berarti "selamat". Orangtua saya berharap saya selalu selamat dunia dan akhirat.
Menyebut nama adalah salah satu cara mendoakan orang tersebut, agar terjadi betul kehidupannya, sesuai makna nama. Bisa dibilang sebuah harapan baik.Â
Membanggakan keluarga besar
Dalam sebagian suku di Indonesia, ada pribadi yang tidak suka disebut nama diri, tetapi nama keluarga atau marga. Kalau di Batak, semisal marga Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, dan lainnya.
Ada sebuah kebanggaan tersendiri jika nama marga itu disebut. Secara langsung, telah menghormati keluarga besar marga. Biasanya pula menjadi singkatan jika tidak ingin terlalu panjang, seperti Pak Juntak (singkatan dari Simanjuntak).
Apa pun sensasinya, pada intinya, sebisa mungkin dalam menyapa dan berinteraksi sosial, kita wajib menghormati tiap-tiap pribadi. Memperhatikan pula kebiasaan dan budaya yang berlaku di tempat tersebut.
Akhirnya, jika ada yang bertanya "Apalah arti sebuah nama", saya akan jawab: tidak ada yang sanggup mengartikan betapa berharganya sebuah nama, sampai kapan pun. Tanpa nama, kita bukan siapa-siapa. Tidak ada yang mengenal kita.
...
Jakarta
13 Mei 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H