Banyak berceceran
Remah-remah itu banyak dan berceceran. Puing-puing kecil -- terkadang sampai serpihan, hingga tidak terhitung jumlahnya. Membuat tangan kita kotor jika menyentuhnya.
Dosa dalam kehidupan kita, perbuatan merugikan yang sengaja dan tidak sengaja selama berinteraksi sosial, dan kesalahan berucap lewat perkataan, tidak beda jauh. Kita juga punya banyak. Terserak di mana-mana dan melukai hati orang tanpa sadar.
Masih enak
Bagi sebagian orang, remah-remah itu jika dimakan, masih enak. Tidak ada rasa yang berubah, layaknya rengginang utuh. Tidak heran, ada pula yang menghabiskannya saat lapar mendesak.
Ingat! Sejelek dan seburuk apa pun diri, kita tidak boleh terlalu jauh menghakimi diri. Kita tentu masih punya kelebihan -- barang satu dua, yang bisa dikembangkan dan dimanfaatkan untuk memperbaiki kehidupan dan bagi orang lain. Latihlah dan pekalah dengan itu. Jadikan talenta dan keunikan masing-masing.
Ada di bagian dasar
Remah-remah itu ada di bagian dasar kaleng. Tergeletak, melekat di alas kaleng, menempati posisi terendah, di bawah rengginang-rengginang yang masih utuh di atasnya.
Dalam meminta maaf atas kesalahan, kita juga wajib seperti remah itu. Merendahkan hati sejauh dapat, meletakkan ego dan keakuan serendah-rendahnya, untuk mengajukan permohonan maaf dengan ikhlas. Bukan karena ingin dicap hebat, telah berani meminta maaf. Melainkan, memang tulus dari dasar hati yang terdalam.
Jangan sampai masuk angin
Remah itu pun dijaga dalam kaleng yang tertutup rapat. Ini dengan maksud agar renyah dan gurihnya tetap, sehingga masih lezat untuk dinikmati kapan pun, saat ingin.