Sesuai dengan fatwa MUI tersebut, pengamat dan praktisi ekonomi syariah dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Irfan Syauqi Beik mengatakan, hukum penukaran uang dalam Islam itu diperbolehkan kalau prinsipnya mencakup dua hal. Yaitu, nilai tukar harus sama besar dan transaksi tukar-menukar uangnya harus on the spot atau di lokasi.
Irfan menyatakan, jika kedua prinsip tersebut dilanggar maka dipastikan transaksi atau uang tersebut menjadi riba. Menurut dia, praktik yang mengarah pada riba biasanya marak terjadi di tempat penukaran uang di jalan-jalan. Contohnya, menukar Rp 10 ribu dengan Rp 8 ribu. Dia menilainya termasuk jenis riba dan haram meski dengan dalih uang jasa.Â
Irfan berharap, masyarakat, khususnya Muslim, yang sedang menjalankan ibadah puasa tidak sekali-kali mencoba menukarkan uang dengan cara yang tidak dibenarkan oleh aturan Islam. Dengan melakukan praktik riba tersebut, dia menyatakan, bisa jadi seluruh amalan yang dilakukan selama Ramadhan jadi pupus.
Salam Tempel
Uang-uang yang telah dibawa bernominal kecil, ketika di kampung, akan dibagikan pada anak-anak, baik dimasukkan ke dalam amplop maupun diserahkan secara langsung. Bagi pemudik yang kerja di kota besar, ini begitu membanggakan. Bisa memberi meskipun penghasilannya terbatas.
Anak-anak pun senang. Mau pegang uang kecil atau besar, tetap bahagia karena baru. Bagi yang usianya begitu sedikit sehingga belum mengerti uang, orangtuanya yang gembira. Hehehe...
Pada sisi penggunaan, bila lumayan banyak yang diterima, alangkah lebih baik anak-anak diajarkan untuk menabungnya. Sehingga, uang itu lebih berfaedah nanti, saat mereka besar.
Wasana kata
Akhirnya, semua kembali ke tiap-tiap pribadi. Apabila masih ada praktik jasa penukaran uang di jalan, para penukar uang masih muncul, tidak bisa kita kendalikan seluruhnya.Â
Mereka semata-mata ingin mencari makan. Bagi teman Muslim, seyogianya mematuhi fatwa. Bagi yang nonmuslim tetapi ikutan mudik, sesekali menolong.
...
Jakarta
10 Mei 2021