Ada dua orang duduk bersebelahan. Mereka teman tetapi tidak terlalu dekat. Satu pria, sisanya wanita. Pria itu memutuskan memulai percakapan, setelah menguburkan rasa malunya dalam-dalam.
"Sis, saya boleh pinjam uang?" tanyanya perlahan. Wanita itu meneguk secangkir kopi hangat. "Buat apa! Kamu tidak tahu, saya lagi banyak pengeluaran? Anak saya sedang masuk rumah sakit. Pinjaman kantor belum lunas. Saya pun masih punya utang ke bank," jawabnya berurutan tanpa jeda. Suaranya agak meninggi.
Pria itu terdiam. Dia memang tidak paham apa-apa tentang wanita yang menjadi teman kantornya itu. Wanita itu jarang bercerita. Dia hanya tahu penghasilan wanita itu lebih besar darinya. Dia berharap, wanita itu bisa menolongnya.
Bila kita diberi pertanyaan, lebih suka mana, bertemu dengan orang yang pandai memberi solusi atau yang sering berbagi masalah? Saya yakin, sebagian besar kita, menjawab pilihan pertama.
Ya, orang pasti suka berteman dengan orang yang mampu menjawab pertanyaan dan memberi pencerahan solusi dalam setiap kerumitan. Jika hendak bercakap dengan orang yang selalu bermasalah, pasti kita menimbang-nimbang lagi.
Kita tahu, masalah itu energi negatif. Bisa menuakan wajah dengan cepat. Mematahkan semangat yang menyala. Mengubah ekspresi dari bahagia ke sedih. Sesekali efektif memancing emosi marah.
Sementara solusi adalah kebalikannya. Orang senang beroleh solusi. Bahagia karena masalah terpecahkan. Bisa lanjut ke fase kehidupan berikutnya. Gampang punya teman dan sahabat. Tentu, dicari-cari orang.
Namun, kenyataan bahwa orang bermasalah atau suka membagi masalah selalu ada, tidak bisa dielakkan. Pasti kita temui dalam interaksi sosial dengan masyarakat.Â
Jarang bahkan tidak pernah, kita mendapat solusi seusai bercakap dengannya. Menghindari percakapan pun tidak bisa selamanya, karena mungkin itu teman, yang bahkan berjumpa terus setiap hari di sekolah atau kantor. Kita memang rugi.
Menambah pusing
Masalah kita belum kelar, pertanyaan belum ditemukan jawabannya, malah ditambah dengan cerita masalah darinya. Semakin rumit persoalan tertumpuk.Â
Potensi kepala pusing besar terjadi. Jika dirasa dalam-dalam, bisa membuat sakit, karena emosi negatif yang keluar bersama masalah yang diceritakannya, tanpa disadari terpapar langsung ke kita, seolah-olah kita yang bermasalah dengannya. Kita pun bisa ikut emosi.
Membuang waktu
Setengah jam, sejam, atau bahkan berjam-jam? Orang paling bersemangat menceritakan masalah, karena itu memuaskan unek-unek dalam hatinya. Mencurahkan segala beban pikirannya.
Orang yang bercerita tentu merasa waktu begitu cepat berlalu, sementara kita yang mendengarkan, merasa lama sekali. Secara tidak langsung, kita membuang waktu yang berharga, yang seharusnya bisa untuk memikirkan solusi.
Kapok
Orang bertipe demikian jarang diajak bercakap membahas masalah. Orang lain sudah paham, tidak ada solusi darinya. Bahkan mungkin kapok, percuma mendengar ucapannya.
Yang ada hanya masalah, masalah, dan masalah. Malah kita yang diminta menjawabnya. Kita sendiri sudah pusing, ini ditambah lagi harus membantunya.
Namun, jika dipikir baik dan lebih dalam, tidak selamanya negatif ketika bercengkerama dengan mereka. Ada sisi positifnya, yang berimbas pada perbaikan kualitas kehidupan kita, baik pribadi maupun kepada sesama.
Melatih simpati
Dengan sengaja memberi waktu mendengarkan, kita melatih simpati menyimak penderitaan orang. Tentu, ini tidak dalam hal kita buru-buru ya. Benar-benar sengaja menyediakan waktu tanpa diganggu apa pun, termasuk desakan menyelesaikan masalah kita.
Biasanya kepada sahabat, orang terdekat, dengan sendirinya kita rela, berdiam di sebelahnya, memasang telinga tajam-tajam, dan mendengarkan tumpukan masalahnya. Sesekali kita pernah ditolong olehnya, jadi sudah sewajarnya kita bersimpati atasnya.
Meskipun kita tidak menghadirkan solusi, dengan mendengarkannya, dia sudah bahagia. Setidaknya ada teman dalam kesusahannya.
Memantik solusi
Solusi juga dapat timbul dari masalah. Sebetulnya solusi adalah lawan dari masalah. Jika seorang lapar, solusinya makan. Jika ada yang haus, solusinya minum. Semudah itu. Iya, semudah itu, jika hanya terkait pribadi. Namun, bila melibatkan perasaan banyak orang, lain hal.
Terkadang, dengan memecahkan masalah orang, kita mendapat solusi atas masalah sendiri. Apalagi jika ceritanya searah dengan masalah yang kita alami. Seketika solusi terpancing.
Menjaga pertemanan
Dengan memberi waktu, kita juga berusaha menjaga pertemanan. Kita tidak bisa hidup sendiri, bukan? Memang, dalam beberapa waktu mendengarkannya, kita akan kehilangan momen yang mungkin lebih berharga jika dihabiskan untuk pribadi.
Namun, suatu ketika, kita pun bisa di posisi mereka. Orang sulit tergerak menolong jika kita tidak pernah menolongnya. Anggap saja, investasi untuk masa depan. Tetapi tetap, dilakukan dengan tulus, karena perhatian dan kasih kepada teman.
Demikianlah, plus minus jika memandang orang bermasalah dari dua sisi. Semoga ini menjadi dasar pertimbangan kita, bagaimana memperlakukan mereka sebaik-baiknya pada saat yang tepat.
Jadi, berbagi masalah, masalah tidak? Sangat masalah, jika masalah yang diceritakan begitu panjang tetapi waktu yang kita miliki untuk memutuskan solusi sangat sedikit. Lebih baik mohon pamit saja dan beralih ke orang lain yang dipandang mampu memberi solusi.
...
Jakarta
2 Mei 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H