Namun, itu tidak berarti hanya mereka yang bisa menggunakannya. Taman ini terbuka untuk semua kalangan. Baik kaya maupun miskin, orang terkenal atau rakyat jelata, seluruh golongan.
Bila dulu waktu pandemi sedang dahsyat, taman ini sempat ditutup. Tidak boleh ada yang berkunjung. Sekarang, dapat dimasuki dengan beberapa catatan. Orang harus menuliskan data pribadi dan disiplin protokol kesehatan. Kewajiban menjaga kebersihan dan dilarang merokok juga dilaksanakan.
Saya sering datang ke sini ketika siang. Saat tanaman memerlukan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis, mengubah gas karbon dioksida dan air menjadi glukosa dan oksigen. Ya, siang hari adalah waktu pohon melepas gas oksigen.
Ini tentu menyehatkan dan menyejukkan bagi pernapasan. Kala polusi kendaraan bermotor bertebaran di mana-mana, duduk di bawah pohon rindang adalah salah satu upaya memanjakan paru-paru kita.
Tidak ada pembatas tembok di sekeliling taman. Tidak ada kaca-kaca jendela yang memisahkan ruangan. Tidak ada pula sekat-sekat antarmeja. Mata kita dengan leluasa bisa memandang sejauh-jauhnya, tanpa terhalang apa pun.
Begitulah dengan pikiran. Kebebasan menyaksikan dengan objek beragam akan memancing inspirasi-inspirasi menulis. Baik hijau dedaunan, betapa cantik bunga bermekaran, pemandangan rumah-rumah megah di sekitar, deretan mobil mewah terparkir, dan lainnya, bisa menjadi ide cerita.
Ketika siang, di taman jarang ada keributan. Tidak ada perdebatan. Hiruk pikuk kemacetan tak tampak. Yang ada hanya pohon-pohon yang dengan begitu ikhlas meneduhkan tanpa merepotkan.
Mereka diam, tetapi begitu bermanfaat. Kursi yang ditata apik di bawah pohon, halaman taman yang bersih karena rutin disapu petugas, angin yang dingin bertiup, udara yang menyegarkan, betul-betul melengkapi keheningan. Itu adalah kondisi sempurna dan nyaman untuk membaca.