Daun-daun berayun, menyentuh satu sama lain, seolah-olah menari-nari, bersama angin sepoi-sepoi yang berembus perlahan. Suara air gemericik menambah tenang suasana.
Satu dua burung bertengger di ranting. Ada yang mematuk-matuk batang. Ada yang bersiul, saling bersahutan, berbicara entah apa, seperti mengasyikkan. Belalang berlompatan di rumput.Â
Bunga-bunga bermekaran, mengindahkan taman. Seorang pemuda duduk begitu santai di atas kursi panjang. Tangan kanannya berjalan di atas papan ketik laptop. Tangan kirinya memegang sebuah buku.
Apakah Anda penyuka hijau-hijauan? Segala benda yang berwarna hijau? Kalau "mata hijau", saya tidak perlu tanya. Semua pasti suka. Apalagi benar-benar ada uangnya. Hehehe...
Bila Anda suka hijau, sama. Saya pun begitu. Salah satu sahabat Kompasianer, Bapak I Ketut Suweca, termasuk salah satunya.
... Oh ya, kita sama-sama suka yang menghijau, apalagi itu tanaman.
Menyegarkan, menyejukkan dan menyehatkan...
Demikian penggalan komentar Beliau, menanggapi komentar saya pada salah satu artikel Beliau. Beliau suka memberi waktu merawat tanaman. Pelepas lelah seusai penat bekerja. Salah tiga di antaranya berupa janda bolong, dark lord, dan alocasia.
Taman di Ibu Kota
Saya pribadi, ketika mulai bosan dalam kamar dan kehilangan inspirasi, pasti melangkahkan kaki untuk bermain ke taman. Salah satu taman yang kerap saya kunjungi adalah Taman Suropati.
Taman ini berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat. Itu lho, sekitar tempat dahulu mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama tinggal. Taman ini memang terbilang eksklusif lokasinya. Dikelilingi rumah-rumah besar dan kediaman orang-orang penting.
Namun, itu tidak berarti hanya mereka yang bisa menggunakannya. Taman ini terbuka untuk semua kalangan. Baik kaya maupun miskin, orang terkenal atau rakyat jelata, seluruh golongan.
Bila dulu waktu pandemi sedang dahsyat, taman ini sempat ditutup. Tidak boleh ada yang berkunjung. Sekarang, dapat dimasuki dengan beberapa catatan. Orang harus menuliskan data pribadi dan disiplin protokol kesehatan. Kewajiban menjaga kebersihan dan dilarang merokok juga dilaksanakan.
Saya sering datang ke sini ketika siang. Saat tanaman memerlukan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis, mengubah gas karbon dioksida dan air menjadi glukosa dan oksigen. Ya, siang hari adalah waktu pohon melepas gas oksigen.
Ini tentu menyehatkan dan menyejukkan bagi pernapasan. Kala polusi kendaraan bermotor bertebaran di mana-mana, duduk di bawah pohon rindang adalah salah satu upaya memanjakan paru-paru kita.
Tidak ada pembatas tembok di sekeliling taman. Tidak ada kaca-kaca jendela yang memisahkan ruangan. Tidak ada pula sekat-sekat antarmeja. Mata kita dengan leluasa bisa memandang sejauh-jauhnya, tanpa terhalang apa pun.
Begitulah dengan pikiran. Kebebasan menyaksikan dengan objek beragam akan memancing inspirasi-inspirasi menulis. Baik hijau dedaunan, betapa cantik bunga bermekaran, pemandangan rumah-rumah megah di sekitar, deretan mobil mewah terparkir, dan lainnya, bisa menjadi ide cerita.
Ketika siang, di taman jarang ada keributan. Tidak ada perdebatan. Hiruk pikuk kemacetan tak tampak. Yang ada hanya pohon-pohon yang dengan begitu ikhlas meneduhkan tanpa merepotkan.
Mereka diam, tetapi begitu bermanfaat. Kursi yang ditata apik di bawah pohon, halaman taman yang bersih karena rutin disapu petugas, angin yang dingin bertiup, udara yang menyegarkan, betul-betul melengkapi keheningan. Itu adalah kondisi sempurna dan nyaman untuk membaca.
Sesekali menjelang sore, beberapa warga berkumpul. Ada yang berlarian. Ada yang bermain musik. Ada yang duduk-duduk di bawah kolam air mancur. Ada yang sekadar bercengkerama dan berkelakar antaranggota keluarga.
Sebuah kebahagiaan dalam kebersamaan. Satu nilai yang wajib dilestarikan dan disiarkan dalam bentuk tulisan. Mengingatkan bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian dan harus bersosial. Bila sekarang, tentu dengan penerapan ketat protokol kesehatan.
Kondusif untuk memancing ide
Jadi, bagi Anda yang kehabisan ide, tidak punya dana banyak untuk pelesiran, tetapi terdesak harus dan ingin menulis, mungkin Anda bisa berjalan-jalan ke taman dekat kediaman Anda. Anda habiskan waktu dan dapatkan ketenangan di sana.
Perlahan, ide mendatangi. Seperti saya, pada paragraf pembuka dan penutup artikel ini. Bila mau, bisa saya kembangkan menjadi sebuah cerpen. Selain itu, saya semakin memahami, mengapa Tuhan begitu baik menempatkan Adam dan Hawa di taman Firdaus. Pada hakikatnya, taman bersama segala keindahannya adalah sebuah surga.
Pemuda itu dengan cepat mengetik. Ia bercerita tentang apa yang dialaminya. Apa yang dirasakannya, kebahagiaan apa yang menyelimuti hatinya. Ia merasa taman sudah begitu lekat dengan dirinya.Â
Ia menyukai taman dan pepohonan. Betul-betul salah satu sumber inspirasi menulisnya.
...
Jakarta
1 Mei 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H