Jam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi. Sebagian siswa duduk santai di teras kelas. Sebagian siswi bercengkerama sambil berkelakar. Mereka belajar tidak lebih sibuk daripada kemarin. Para guru menyiapkan berkas soal dan lembar jawaban. Di halaman depan sekolah, ada sebuah papan hitam besar terpajang, bertuliskan: "Harap Tenang, Ada Ujian".
Pernahkah Anda mengalaminya? Bila pernah, sama. Kita pernah merasakan pendidikan di bangku sekolah. Baik itu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama -- dulu SLTP, maupun Sekolah Menengah Atas -- dulu SLTA.
Saat ujian adalah saat paling mendebarkan. Di era saya -- terasa jadul banget ya, ujian negara selama tiga hari berturut-turut adalah penentu masa depan dari hasil belajar selama tiga tahun di sekolah (SMP dan SMA).Â
Saya bisa atau tidak meneruskan pendidikan, hanya dari tolok ukur, apakah nilai ujian Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia memenuhi standar minimal kelulusan yang berlaku.
Sebagian murid kerja kelompok. Ada yang sengaja meminta les privat tambahan dari guru. Banyak yang mengikuti ekstra jam pelajaran, ketika sore setelah waktu sekolah usai. Ya, saat itu sekolah saya mengadakannya, dengan maksud supaya murid betul-betul siap menghadapi ujian.
Contoh-contoh soal ujian tahun-tahun sebelumnya, materi buku pelajaran sebanyak-banyaknya, cara cerdik menjawab soal, semua dipelajari dengan tekun. Para murid takut tidak lulus ujian. Selain karena tidak bisa meneruskan ke jenjang berikut, ada perasaan malu dilihat yang lain. Lebih penting, membawa nama baik keluarga.
Saya akan menerka alasannya sekaligus nostalgia. Jadi kangen SMA. Hehehe...
Minat Baca Kurang
Sudah tidak menjadi rahasia, bahwa minat baca masyarakat Indonesia rendah. Mengutip situs Kominfo.go.id, dituliskan:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!