Petugas itu mengangkat tangan ke arah beberapa pengendara motor, seperti ingin menahan.
"Sebentar, Pak. Sebentar. Tunggu, tunggu!"
Sebuah mobil mewah diiringi rombongan mobil di belakangnya masuk ke halaman gereja.
"Ayo, ayo, ayo, semua siap. Mempelai sudah datang!" seru saya lewat handy talky di tangan. Pemain musik segera naik ke mimbar dan memegang alat musik masing-masing. Penerima tamu menyambut dengan begitu rapi di depan pintu. Beberapa penari yang sudah berdandan cantik sejak tiga jam lalu, lekas berdiri dari tempat duduknya, bersiap melentikkan jari-jarinya, menyibakkan gaun-gaunnya, dan menebarkan kecantikannya -- wanita mana sih yang tidak cantik setelah berdandan, mengiringi mempelai masuk gereja.
Sepasang calon suami istri keluar dari mobil. Mereka berjalan begitu pelan. Di belakang, rombongan orangtua, saudara kandung, dan kerabat dekat.
"Teng... teng... teng... teng..."
"Teng... teng... teng... teng..."
Terdengar suara organ menyambut. Para penari mulai lenggok badan. Serpihan bunga-bunga mawar yang mereka bawa pada sebuah keranjang di tangan, dilemparkan ke udara, menebarkan wewangian.Â
Terlihat raut wajah begitu gembira pada kedua mempelai, baik calon suami maupun calon istri. Para orangtua pun tidak kalah senang. Bapak-bapak berjas hitam berjalan dengan gagah. Ibu-ibu bergaun putih dengan riasan yang cukup tebal terus menebarkan senyum kepada para jemaat. Gereja itu dipenuhi sukacita yang begitu hebat, atas sebuah bahtera rumah tangga yang sebentar lagi terbentuk.Â
Seorang gadis berdiri di belakang mempelai wanita. Tangannya mengangkat gaun mempelai yang terurai begitu panjang dan megah. Ada seorang jemaat datang membantu.
Kedua mempelai duduk di kursi mempelai. Kedua orangtua dari kedua mempelai duduk mengapit, di kanan dan di kiri. Saya dengar, kali ini, mempelai wanita begitu beruntung.Â