Saya bukan pemuka agama. Saya hanya pemeluk agama Kristiani, yang sampai sekarang masih berusaha mengenal dan tetap selalu terpukau akan kasih Tuhan saya, Yesus Kristus. Dari kecil, saya diajari bahwa Yesus adalah Tuhan sepenuhnya dan manusia pula sepenuhnya.
Terkadang saya berpikir, bagaimana ceritanya saya bisa menyembah manusia sebagai Tuhan? Hingga kini, masalah ini masih terus menjadi topik perdebatan yang hangat bagi orang-orang yang ingin mengenal dan membandingkan agama-agama lebih dalam. Anda tidak sepaham dengan saya juga tidak apa, karena itu hak masing-masing dan saya sangat menghormatinya.
Saya sendiri memutuskan untuk menyembah-Nya bukan karena kata orang, bukan pula semata mengikuti agama orangtua, apalagi ikut-ikutan orang. Tetapi, karena hasil belajar melalui membaca Alkitab baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.Â
Nubuatan Yesus Kristus sebagai anak manusia yang akan datang ke dunia, disembelih sebagai pengganti domba, menyucikan umatNya dari dosa, dan bangkit pada hari ketiga, telah dituliskan para nabi dalam Perjanjian Lama, jauh-jauh waktu sebelum Yesus lahir.
Dengan pemahaman saya yang cetek dan tentu siraman rohani dari gereja--saya tidak berani mengandalkan pemahaman sendiri tanpa tuntunan pembina dan doa, saya telah berusaha menyelidiki bagian demi bagian Alkitab, dan semuanya membuat saya meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan. Saya kira Anda juga seperti saya, rindu mengenal Tuhan masing-masing dengan lebih dekat.
Khusus Paskah--satu dari sekian banyak hari besar umat Kristiani--bagi saya adalah karya terbesar dari seluruh pekerjaan Tuhan di bumi. Tanpa Paskah, saya pasti tenggelam dalam dosa.Â
Tanpa Paskah, saya pasti kalah oleh maut. Tanpa Paskah, saya pun tidak tahu bagaimana seharusnya memperlakukan orang dengan sebaik-baiknya.Â
Dan inilah, beberapa catatan saya tentang Paskah yang saya yakini sebagai sebuah kekaguman akan perbuatan tangan Yesus dan selalu membuat saya jatuh cinta pada-Nya.
Mengosongkan dan merendahkan diri
Ia sebagai Raja, pemilik bumi dan semesta, rela turun dari takhta, mengosongkan diri sebagai manusia biasa dan merendahkan diri di depan manusia. Ia tidak memandang ke-Tuhan-an dalam diriNya, dan menjadi sama seperti saya, manusia yang bisa sedih, gembira, dan bersemangat.
Ia ingin menunjukkan, bahwa setinggi apa pun kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki, tidak boleh membuat orang menjadi sombong sehingga enggan turun ke bawah dan bergaul dengan orang hina. Ia datang ke dunia bukan untuk orang benar, melainkan untuk orang berdosa. Saya.
Lukas 5:31-32 Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”
Melaksanakan tugas sampai selesai
Sebagai Anak, Ia datang ke dunia dan melaksanakan tugasNya sampai selesai di hadapan Bapa--konsep Trinitas, Bapa, Anak, dan Roh Kudus, masih juga menjadi perdebatan hangat sampai sekarang, sila Anda berbeda pandangan, saya meyakininya, dan saya sangat menghormati pandangan Anda.
Dari kelahiranNya yang disambut orang Majus di kandang papa, perjalanan hidupNya memberitakan Injil dan mengadakan berbagai mukjizat--begitulah Injil mencatat, sampai menyelesaikan tugas di kayu salib, sebagai domba sembelihan, Ia tidak mengelak. Ia melakukannya hingga tuntas.
Yohanes 17:4 Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.
Demikianlah perkataan Yesus kepada Bapa. Begitulah seharusnya, bila saya diberi tanggung jawab mengerjakan sesuatu dari atasan, orangtua, atau yang lain. Bila seseorang sudah tahu saya mumpuni melakukannya, saya seyogianya menyelesaikan sampai selesai, seperti Yesus.
Mengabarkan kasih dengan perbuatan
Yesus mengasihi tidak sekadar bilang, "Saya mengasihi kamu." Bukan perkataan bibir yang Dia jual. Dia mau tinggal di rumah orang pemungut cukai, yang saat itu dipandang berdosa dan hina oleh orang Yahudi.
Yesus berjalan dan menyembuhkan banyak orang, menyelamatkan seorang wanita pelacur dari rajaman orang, membangkitkan orang mati, dan masih banyak lagi perbuatan dahsyatNya yang tercatat dalam Injil.
PerkataanNya yang mengasihi manusia benar-benar ditunjukkan lewat perbuatan. KematianNya di kayu salib adalah perbuatan kasihNya yang termulia, karena telah memperbaiki hubungan antara manusia dengan Allah yang tidak terselamatkan karena sudah begitu dalam jatuh dan rusak karena dosa. Demikianlah pula seharusnya saya berbuat ketika menceritakan kasih.
Rela berkorban
Peristiwa kayu salib tidak lain dan tidak bukan menunjukkan sikap rela berkorban sampai titik darah penghabisan. Yesus mati di kayu salib, merelakan nyawaNya sebagai ketebusan bagi para umat-Nya, sebagai domba sembelihan.
Yohanes 1: 29 Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: “Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia"
Inilah inti kasih itu. Kasih yang sejati rela berkorban, bahkan sampai menderita. Tidak masuk akal dan sulit dimengerti, bagi saya yang sesekali masih egois dengan kepentingan pribadi. Peristiwa Paskah terus mengingatkan saya, bahwa selalu ada penderitaan dalam kasih. Selalu ada pengorbanan dalam cinta.
Demikianlah perenungan saya. Saya tidak berani menulis banyak. Bila dalam tulisan ini ada kesalahan, semata-mata kesalahan saya yang belum--bisa pula tidak--mampu mendalami dan mengerti Tuhan yang hebat dan dahsyat itu. Bila ada kebenaran yang terungkap di sini, semua karena Tuhan yang menuntun saya menulis ini.
Segala puji bagi Tuhan Yesus Kristus.
Selamat menyongsong Paskah.
...
Jakarta
01 April 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H