Mereka kerap menjadi bahan tertawaan karena panggilan yang disematkan oleh tuannya pada mereka begitu terasa menghina bagi sesama asisten rumah tangga di perumahan mewah itu. Mau-maunya mereka dibilang babu oleh kedua majikannya, yang terkenal sebagai orang terkaya dan otomatis tersohor namanya di antara puluhan konglomerat yang tinggal di situ.
Seiring waktu berjalan, setiap berlangsung perkumpulan para asisten rumah tangga di situ--memang sudah menjadi rutinitas setiap Sabtu malam dan para majikan sekompleks menyetujui, dengan maksud agar mereka tidak kurang gaul-- mereka menganggap biasa panggilan itu.
Bagi mereka, apalah arti mempertahankan gengsi bila perut saja masih ketar-ketir untuk makan? Apa gunanya pula kehormatan bila ternyata hidup lebih susah? Mereka suka dipanggil babu, karena bayaran mereka lebih tinggi, jauh lebih besar dibanding teman-temannya itu.Â
Mungkin temannya ingin menjatuhkan mental mereka, supaya mereka mengundurkan diri dan temannya bisa menggantikan? Atau, mungkin temannya sekadar iri dengan penghasilan mereka? Apa pun itu, dompet mereka yang lebih tebal selalu bisa membuat mereka membusungkan dada dan bersuara ketika perkumpulan itu diadakan.
Babu pertama adalah seorang wanita paruh baya yang mahir memasak dan sudah sepuluh tahun bekerja. Tidak ada masakan yang tidak bisa dimasaknya, dan tidak ada hidangan yang tidak dipuji majikannya.
Babu kedua adalah seorang gadis pengasuh bayi, masih perawan dan lumayan terbilang cantik. Ia pandai menenangkan bayi majikannya, tahu dan hafal benar saat-saat bayi itu menangis, bahkan bisa mengartikan bahasa-bahasa yang tersirat dalam tangisannya.
Babu ketiga adalah seorang pemuda yang menaruh perasaan pada gadis pengasuh bayi. Ia bekerja sebagai tukang kebun, memotong rumput setiap sore pada taman yang begitu luas di depan dan juga bagian belakang rumah majikannya.
Sementara babu keempat, seorang sopir tua yang sudah berkali-kali menikah, dan berkali-kali pula cerai, entah apa sebabnya, dia sudah lupa, karena terlalu banyak yang telah diceraikannya. Ia sudah banyak makan asam garam dalam dunia percintaan, tidak seperti tukang kebun itu, yang baru anak ingusan, dan baru benar-benar mengerti apa itu cinta.
Mereka berempat bekerja pada sepasang majikan, yang memiliki seorang bayi. Tuannya adalah seorang pengusaha perikanan dengan banyak anak perusahaan di beberapa daerah. Nyonya membuka bisnis jualan online, dengan omset yang begitu banyak, sampai-sampai banyak tetangga merasa iri padanya.
Kehidupan mereka sebagai babu bersama majikan kumat-kumatan. Kadang tuan bisa galak, begitu pun nyonya, sampai-sampai umpatan kebun binatang kepada mereka para babu terlontar begitu saja dengan nada yang begitu menyakitkan. Kadang pula tuan bisa baik, begitu pun nyonya. Ketika baik, mereka akan memberikan tambahan penghasilan yang tidak pernah para babu pikirkan.
Meskipun majikannya adalah orang terkaya di sana, ada satu hal yang mengherankan dalam rumah yang bertingkat tiga, begitu besar dan megah, dengan sebuah kolam renang di dalamnya, dan sepuluh mobil mewah di garasi. Rumah itu tidak ada satu pun CCTV.Â