Bentangan rumput hijau pada tanah-tanah di sekitar perumahan penduduk sungguh bersih, tanpa ada sedikit pun sampah mengotori, sungguh membuat mulut saya terus ternganga, mengagumi betapa hebat orang di sana menghargai alam.
Mereka tertib, begitu sadar untuk tidak buang sampah sembarangan. Mereka hidup dari alam dan tumbuh besar bersama alam. Bukankah memang kita seharusnya belajar dari mereka?Â
Itu pun sepertinya sudah kita pelajari sejak kecil, untuk menaruh sampah pada tempatnya, tetapi mengapa di kota ini, tempat saya tinggal sudah berpuluh-puluh tahun, tetap saja ada sungai yang tidak mengalir karena tumpukan sampah di dalamnya?
Ah, sudahlah, saya tidak ingin membahas kota saya, itu sungguh merusak tayangan di televisi ini.
"Ketangkap orangnya?"Â kata seorang penjaga keamanan berbaju hijau dengan sebuah pistol di tangan pada suatu malam.
"Sepertinya lari ke sana," jawab seorang teman di dekatnya.
Mereka berdua lari terburu-buru, memburu seorang penjahat yang sampai sekarang belum tertangkap dan ditemukan lokasinya. Akhir-akhir ini, kota ini memang gempar dengan penjahat misterius.Â
Beberapa orang berduit menyewa tenaga keamanan yang begitu kekar di pos penjagaan rumah mereka. Anjing-anjing hitam dan galak dengan leher terikat dan gigi-gigi taring yang begitu tajam, sesekali menggonggong di malam yang kelam, ketika ada orang mencurigakan lewat. Beberapa memasang CCTV di pagar.
"Bapak lihat ada orang lari ke sini?" tanya penjaga itu pada beberapa orang yang duduk santai dan berbincang di sebuah warung kopi. Napasnya terengah-engah. Badannya basah berlumur keringat.Â
Saya melihatnya dari kejauhan, di balik tembok di ujung gang yang penuh sampah berserakan ini. Sekali lagi, mengapa sudah ada bak sampah pun, orang-orang begitu sulit menaruh sampah tepat di dalamnya? Saya menutup hidung.
"Tidak, Pak."