Apalagi, dia tiba-tiba teringat akan begitu dendamnya dia pada mantan istrinya yang dulu adalah bawahannya di perusahaan itu, berselingkuh diam-diam. Seketika itu, dia langsung memecat istrinya bersamaan dengan perceraiannya. Sebelumnya, dia memerintah istrinya seenaknya dan memandang sebelah mata istrinya sebagai betul-betul bawahan, tidak layaknya pasangan hidup.Â
Saai ini, mantan istrinya itu datang kembali untuk balas dendam. Dengan meraih posisi direktur utama itu, ia begitu ingin memerintah dan menindas suaminya itu.
"Bego!" Lelaki itu mengumpat.
Pemuda di sebelahnya, yang adalah anak pertamanya dan juga tangan kanannya, tertunduk.
"Kau hubungi dia! Bagaimana sih! Kerja tidak becus! Begini saja tidak bisa!"
Pemuda itu lekas mengambil telepon seluler. Ia memencet beberapa nomor. Ada bunyi percakapan.
"Kau di mana?"
Lawan bicaranya tidak menjawab. Hanya terdengar desahan napas.
"Kok bisa dia datang ke mari! Kenapa kau tidak membunuhnya?"
Telepon itu masih hening. Sepertinya lawan bicaranya sedang berpikir keras. Kembali terdengar desahan napas. Tidak berapa lama, ada suara.
"Bagaimana saya bisa membunuh ibu kandung saya sendiri?"