Sejauh ini, ini salah satu bagian sulit yang saya pecahkan. Saya tidak akan menggunakan kacamata cerpenis, tetapi sebagai seorang pembaca. Saya pikir cerpenis pasti puas bila cerpennya tidak sekadar dibaca, tetapi berhasil menggugah emosi pembaca.
Reaksi pembaca pasti berbeda-beda. Mungkin ada yang tersenyum, karena kisah cerpen hampir sama dengan dirinya. Ada yang geram karena begitu jahat lakon yang diceritakan. Ada yang datar, karena sekadar membaca tanpa bisa masuk dalam cerita.
Saya akan menggunakan cerpen "Perempuan di Kafe", karya Jasman Fery Simanjuntak, terbit di basabasi.co, 8 Mei 2020. Cerpen ini bercerita tentang seorang peselingkuh ulung yang ingin bertobat.Â
Setelah membaca, saya jadi pernah merasa selingkuh, karena saya masuk dalam ceritanya. Logika-logika sederhana peselingkuh, sikap dan emosi lakon yang dituliskan, begitu wajar sebagai manusia, sehingga menjadi cerita hidup yang mungkin benar-benar nyata.
Bagaimana cara membuat pembaca serasa menjadi lakon cerpen? Berimajinasi pernah selingkuh? Berikut ulasannya:
Berceritalah sebagai orang pertama
Sebagai lakon cerpen, ada tiga jenis orang yang bisa diceritakan: orang pertama, orang kedua, orang ketiga. Orang pertama biasa menggunakan kata "saya" atau "aku", orang kedua "kamu", "anda", "saudara", sementara orang ketiga "dia" atau nama orang.
"Aku suka selingkuh, dan aku sudah lama melakukannya dengan beberapa perempuan..."
Kalimat pembuka pada cerpen di atas menggunakan kata "aku" sebagai lakon utama. Dari awal sampai akhir, konsisten "aku" yang diceritakan kisahnya. Bisa jadi, cerpen ini benar-benar kisah nyata cerpenisnya.Â
Di sisi pembaca, ketika saya membaca "aku", ada rasa berbeda, seolah-olah menceritakan diri saya sendiri. Bila pembacanya benar-benar tukang selingkuh, otomatis langsung tertawa, karena kisah dirinya dengan cerpen kemungkinan besar sama.
Tuliskan aksi lakon yang wajar
Bagaimana sih orang selingkuh? Kendati saya belum pernah melakukan, sebagian besar pasti sama, suka berganti-ganti pasangan secara diam-diam.Â
Aku telah berupaya untuk tidak lagi selingkuh, tetapi apalah daya—payudara dan kelangkang Sindi terasa kian menggairahkan semenjak suaminya sering pergi ke luar kota. (Lelaki bodoh mana yang mau melepaskan itu?)...
Di cerpen, Sindi adalah salah satunya. Ada lagi Linda dan Mariam. Mengapa laki-laki selingkuh? Karena tergiur kemolekan tubuh wanita. Dalam cerpen diterangkan "payudara" dan "kelangkang" selalu menggoda.Â
Bagian yang menunjukkan kewajaran: "Lelaki bodoh mana yang mau melepaskan itu?". Para pembaca lelaki pasti tertawa dan pembaca perempuan mungkin kesal.
Gambarkan serinci mungkin
Dalam membentuk tokoh dan mengarahkan imajinasi pembaca agar lebih jelas, cerpenis seyogianya menuliskan sosok dengan ciri-ciri badan yang melekat secara rinci. Cerpenis bisa bermain di wajah, busana, tingkah laku, dan sebagainya.
Seorang perempuan berkaus hijau bercelana jins hitam melangkah masuk...
Perempuan yang digambarkan dalam cerpen, mengenakan jins hitam dan berkaus hijau. Cerpenis bermain dalam busana. Pembaca sebagai "aku" pun tertolong dan seolah-olah bertemu dengan perempuan itu dalam imajinasi, karena ada wujud fisiknya.Â
Bandingkan dengan: "Seorang perempuan melangkah masuk..." Terasa kurang nyata, bukan? Perempuan yang bagaimana bentuknya?
Berikanlah nasihat dalam pertanyaan
Kebanyakan pembaca tidak menyukai nasihat. Percayalah. Bila iya, sudah tentu kejahatan di bumi jumlahnya sedikit. Cerpenis sebaiknya berhati-hati menuliskan pesan moral, agar tidak terkesan menggurui.
Saya sudah belajar dari cerpen-cerpen pengarang besar. Caranya, dengan menyiratkan nasihat pada pertanyaan perenungan. Secara tidak langsung, cerpenis mengajak pembaca bersama-sama merenung, apa yang sebaiknya dan sebenarnya dilakukan? Kendati cerpenis sudah tahu jawabannya, itu lebih halus untuk menyatakan pesan moral.
Pembaca pasti punya banyak pertanyaan tentang kehidupan. Dengan cerpenis menuliskannya, pembaca yang punya pertanyaan sama, akan merasa dirinya seolah-olah sedang bercerita dalam cerpen.
"...bukankah anak-anak perlu diajarkan rajin membaca—bukan pandailah selingkuh—sejak kecil?"
Pertanyaan di atas mengandung nasihat agar kita mengajarkan anak rajin membaca, agar kita membentuk moralnya menjadi anak baik yang tidak selingkuh. Secara tidak langsung, ada pula sedikit perenungan lakon, bahwa selingkuh itu salah dan tidak boleh diwariskan. Terkesan tidak menggurui, bukan?
Demikian pembahasan kiat-kiat menciptakan pembaca sebagai lakon cerpen. Untuk cerpen yang lebih lengkap, Anda bisa dengar sendiri atau baca di link di atas. Mungkin ada kiat lain, sila Anda berbagi di kolom komentar.
Semoga sedikit hasil pemikiran ini bermanfaat bagi Anda yang ingin menulis cerpen. Mari kita menulis cerpen sebaik-baiknya.
...
Jakarta
14 Maret 2021
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H