Saya dengan senang hati menggugah rasa keingintahuan pembaca sekaligus mengajak berimajinasi siapa kira-kira yang ada di balik gorden dan siapa yang terpilih menjadi kepala kampung baru. Bila tidak tertebak, asyik bukan? Ngeselin juga sih, wkakakak...Â
Akhir yang sentimental
"Nurjanah terdiam. Ia cuma bisa menjawab dengan isak-isak tertahan."
Kalimat di atas merupakan akhir cerpen "Nurjanah" karya Jujur Prananto, dimuat di Kompas 10 Maret 1991. Nurjanah adalah seorang wanita yang bekerja sebagai penyanyi panggung ke panggung, mencari uang untuk menyembuhkan anaknya yang sakit di kampung. Ketika sakit, anaknya itu bertanya ke mana bapaknya. Nurjanah bereaksi dengan perasaannya.
Terdiam, barangkali ada kebimbangan memikirkan apa jawabannya. Isak-isak tertahan, berarti dia tersiksa dengan kesedihan, anaknya tidak sembuh, kesusahan mencari uang, dan suaminya yang hilang.Â
Ya, penutup cerpen yang sentimental menuliskan perilaku atau sikap lakon utama yang menggambarkan perasaannya atas peristiwa yang dikisahkan selama cerpen. Bisa terkesiap, bimbang, sampai pingsan, dan lain sebagainya.
Akhir yang sangat bijak
Saya rasa Anda sudah tahu kalimat-kalimat mana yang mengandung unsur nasihat, membuat orang lebih bijak, berhati-hati dalam berkata dan berperilaku. Biasanya ini berbentuk pesan moral yang ingin disampaikan cerpenis, ditulis di akhir cerita. Mungkin pertimbangannya, cerpenis tidak ingin mengganggu alur cerita dan drama yang diskenariokan dari awal sampai menjelang akhir.
Contoh kalimatnya seperti apa? Anda lebih tahu. Dunia ini sudah kebanyakan nasihat, tetapi tidak banyak yang menjalankannya. Bila saya tuliskan di sini, nanti Anda kira saya menasihati Anda lagi. Hehehe...
Akhir yang berupa kesimpulan