Sampai sekarang budaya itu masih ada dan menjadi kekayaan yang patut dilestarikan. Mereka melakukannya lewat cerpen. Cerita lengkapnya bagaimana? Baca sendiri. Tetapi, kalau sudah terbit di Kompas, kualitasnya tidak perlu dipertanyakan.
Membahas Mitos
"Kau tahu anak muda, tempat ini merasa terancam dengan keberadaan..." tetua menghentikan langkahnya dan mengambil sesuatu dalam butah. "Roh Meratus meniupkan wisa ke tubuh kalian, sayang kawan-kawanmu yang lain terlambat," sambungnya kemudian melemparkan gulungan kertas yang diambil dari butah. Sigap kutangkap gulungan itu."
Petikan kalimat di atas ada pada cerpen berjudul "Roh Meratus" karya Zaidinoor, terbit di Kompas, 14 Agustus 2016. Singkat cerita, dia menuliskan kepercayaan seperti ada kutukan pada permukiman warga di lereng pegunungan Meratus.
"Roh" itu murka dan mengambil nyawa manusia, dengan meniupkan hawa beracun (wisa). Mitos ini berkembang di pedalaman belantara Kalimantan, dhi. pegunungan Meratus. Ada yang menganggap penyakit kuning, ada yang menganggap malaria. Kita tidak bisa tutup mata, kisah ini pernah ada. Boleh percaya boleh tidak.
Merekam Sejarah
Sudah setahun Maria menunggu Antonio, tapi sampai hari ini ia belum pulang juga. Sudah setahun Maria membiarkan pintu pagar, pintu rumah, dan jendela-jendela terbuka agak lebih lama setiap senja, karena barangkali saja akan kelihatan olehnya Antonio berjalan pulang dari kejauhan, dan berlari-lari memeluknya, tapi tiada seorang pun tampak di pintu pagar itu yang berlari-lari memeluknya sambil berseru, "Mama!"
Petikan kalimat di atas ada pada cerpen berjudul "Maria" karya Seno Gumira Ajidarma, terbit di Kompas, 1 November 1992. Saya banyak mendengar cerpen tentang kekejaman, dari buku kumpulan cerpen "Saksi Mata", di antaranya "Salvador", "Rosario", "Pelajaran Sejarah", dan lainnya.
Berdasarkan penelitian yang saya baca (sumber), cerpen-cerpen itu dituliskan untuk mengenang peristiwa perlawanan atas kekejaman di Timor Timur. Memang menyedihkan, mengerikan, betapa kejam, dan pernah berlangsung. Tetapi, itu tetap bagian dari sejarah, yang layak diabadikan dalam cerpen sebagai sebuah pelajaran.
Sarana Penjaga Moral
...Mulanya aku berpikir bagus begitu. Namun aku sadar, itu bertentangan dengan hukum di bumi,-jawab Anis, yang tiba-tiba ikut terperangah oleh kisah khayalnya sendiri...