"Lelaki itu berjalan mengendap-endap. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada satu orang yang tahu bayangannya. Sesekali dia merapikan kain hitam pembungkus wajahnya, berharap tidak ada yang kenal. Tanpa ada suara..."
Konflik
"Seorang gadis, berumur tujuh belas tahun, tewas mengenaskan. Ia diperkosa, lalu mati dicekik. Mayat gadis itu ditemukan tergeletak di sebuah kamar milik guru pendidik moral. Yang menemukan mayat gadis itu istri guru pendidik moral. Polisi segera dihubungi."
Paragraf pembuka di atas ditemukan di cerpen "Eksperimen Moral" karya TB Raharjo, terbit di Kompas, 8 Oktober 1995. Tentu, Anda sepakat dengan saya, itu konflik. Ketegangan cerita. Kita mungkin langsung berpikir, apa yang menyebabkan gadis itu mati? Bagaimana ya peristiwanya? Bagaimana pula kejahatan bisa terjadi di kamar seorang pendidik moral? Tentu sangat menarik. TB Raharjo menjabarkannya di bagian berikutnya.
Bagian ini saya sebut pemanasan yang sangat panas. Bagaimana di awal cerpenis sudah menghentak pembaca dengan inti cerita. Saya juga sering memakainya, agar pembaca penasaran dengan isi cerpen.
Beberapa contoh di atas tidak harus saklek Anda terapkan ketika menulis cerpen. Anda bisa mencampurnya, mungkin kondisi alam dengan konflik, atau aktivitas tokoh di lokasi kejadian. Tetapi, yang perlu menjadi catatan, adalah bagaimana kita menyusun kalimatnya sedemikian rupa sehingga berhasil memikat pembaca meneruskan matanya ke bagian cerpen selanjutnya.
Akhirnya, Anda ingin cerpen Anda dibaca pembaca bukan? Apalagi ingin diberi apresiasi dan komentar yang membangun? Saya tidak menampik hal itu. Oleh sebab itu, marilah kita menulis cerpen sebaik-baiknya, agar pembaca tidak kecewa. Kita pun puas.
Semoga hasil belajar saya ini bermanfaat bagi Anda. Selamat berakhir pekan.
Catatan:
Mungkin, ada juga jenis paragraf pembuka lain yang pernah Anda baca. Boleh dituliskan di kolom komentar, sangat baik memperluas wawasan kita. Jadi, Anda suka dan lebih sering pakai yang mana?
...