Saya tidak tahu bagaimana cara Anda membaca sebuah cerpen. Setelah tahu judul, barangkali sebagian Anda dengan begitu setia membaca dari paragraf pembuka, terus ke isi, kemudian akhir. Ini mungkin karena Anda sudah tahu cerpenisnya adalah pengarang bernama besar, sehingga tidak ragu akan kualitas dan tidak ingin melewatkan sekadar satu kalimat.
Atau, ada yang langsung ke akhir cerita untuk menguji tingkat menariknya? Atau, ada yang membaca komentar pembaca, bila cerpen itu unggahan yang bisa dikomentari? Terserah. Bagi saya itu hak masing-masing.
Yang pasti, dari sebagian besar cerpen pilihan Kompas tahun 1995 dan 1996 yang pagi ini selesai saya baca-judul bukunya tahun T, tetapi yang disajikan karya T-1- cerpenis pasti berusaha menyajikan setiap bagian cerita semenarik mungkin. Tidak terkecuali paragraf pembuka.
Biasanya satu atau dua paragraf, bagian ini merupakan pemanasan. Saya sebagai cerpenis merasakan bagian ini penting. Bagaimana menarik pembaca untuk lebih lanjut membaca keseluruhan cerpen? Bagaimana pula mengumpulkan tanya di benak pembaca untuk kemudian mencari jawabannya sampai akhir cerita? Seringkali paragraf pembuka menjadi tumpuannya.
Sungguh sayang bila hasil belajar saya tidak dituliskan. Selain sebagai tolok ukur apakah saya berhasil menyerap hasil bacaan, izinkan saya berbagi untuk Anda, mana tahu berguna bila Anda ingin menulis cerpen. Mari sama-sama belajar ragam paragraf pembuka yang menarik dari karya pengarang besar. Saya sebutnya cerpenis senior.
Kondisi alam
"Hujan yang turun tadi sore telah membasuh seluruh kota. Kini, malam yang masih mentah ditaburi titik-titik lembut air. Angin sesekali berhembus, menyusupkan rasa dingin sampai ke tulang."
Di atas, paragraf pembuka cerpen berjudul "Puteri Keraton" karya Marselli Sumarno, dimuat di Kompas, 12 Juni 1994. Beliau menuliskan bagaimana kondisi alam, dengan bermain-main bersama hujan, malam, angin, dan hawa dingin.
Bagi cerpenis yang juga pencinta alam, pasti membuat paragraf pembuka seperti ini tidaklah sulit. Bahkan, sering menyajikannya indah, dengan majas personifikasi, membuat seolah-olah alam seperti manusia, benda mati yang bisa bergerak dan punya perasaan. Saya sering menggunakannya.
Mungkin, bisa Anda tuliskan situasi lain:
"Siang itu matahari terlalu kejam. Awan yang malu hadir di langit yang begitu terang, membuat sinarnya yang panas menyengat begitu saja menyentuh jalan, membakar setiap bagiannya, membuat anak-anak yang sedang bermain bola berjalan berjingkat, tidak tahan dengan aspal yang terbakar hingga mendidih, sampai-sampai mungkin bisa membuat sebutir telur masak tanpa minyak."