Capek ah nulis cerpen, mau istirahat dulu!
Bagi seorang cerpenis--penulis cerpen--baik itu yang telah diakui nasional maupun sekelas RT, sudah barang tentu selain sekadar menulis dan berbagi, ingin memberi karya terbaik bagi pembaca.
Sejauh saya belajar, dengan membaca cerpen pilihan Kompas tahun 2016 s.d. 2019--bersama tulisan ini juga saya ucapkan terima kasih banyak kepada para cerpenis senior yang telah menghibur dan memberikan ilmunya kepada saya, karena terlalu banyak nama saya tidak bisa sebutkan satu per satu--saya menemukan indahnya dan betapa pentingnya akhir sebuah cerpen.
Apakah saya menemukan hal seperti itu? Jujur, saya pernah sekali dua kali hampir mengantuk membaca cerpen pada buku kumcer--kumpulan cerpen-- di atas. Tetapi, saya percaya, bila telah disabet label pilihan oleh KOMPAS, baik juga di sini oleh Kompasiana, setidaknya ada hal menarik dari cerpen tersebut, kendati hanya akhirnya.
Dan saya sebagai pemula yang sekadar bisa--berharap suatu saat nanti mahir bahkan dibukukan oleh penerbit Kompas, amin--, dari hasil analisis karya cerpenis senior, saya merangkum ada empat hal terkait pentingnya akhir cerita pada sebuah cerpen.
Menyempurnakan kisah indah
Cerita tentang sepasang kekasih tentu diharapkan sebagian pembaca berakhir indah. Dua sejoli saling bertemu, membangun keluarga, sehabis derita yang dialami, entah karena orangtua, masalah ekonomi, kepahitan pengalaman cinta, dan lain-lain.
Selain sebagai penulis, posisi saya melalui mata pembaca pun senang melihatnya. Tuntas sudah perjuangan dengan kebahagiaan. Siapa yang tidak ingin hidup bahagia? Kendati sudah sering ya tetap saja orang selalu ingin, hehehe...
Memantapkan kepuasan tokoh
Topik balas dendam sering saya temukan. Para cerpenis menuliskan derita tokoh protagonis, disebabkan oleh tokoh antagonis dan menutupnya dengan pembalasan dendam, sebagian besar dirasa paling mantap dan setimpal.
Ini sangat membahagiakan bagi saya selaku pembaca. Mengharap Yang Kuasa membalas kan kelamaan, masih rahasia pula kapan dibalas-Nya, jadi bolehlah di kisah fiksi kita puaskan pembalasan itu, hehehe...
Menggocek pikiran pembaca
Poin ini saya kerap alami. Para cerpenis berhasil memberi kejutan dan menutup ceritanya dengan plot twist. Yang seharusnya kita tebak bahagia, ternyata malah mati menderita.
Sebaliknya, yang kita harapkan beroleh pembalasan dendam, ternyata malah semakin berkuasa dan justru menang. Semakin asyik malah, apabila kita tidak mampu membaca apa yang ada di pikiran cerpenisnya.
Membuatnya unik
Terakhir, karya cerpen seyogianya unik, tidak seperti kebanyakan cerita. Memang, untuk membuat unik, diperlukan ekstra pikir dari cerpenis dalam merangkai kisah yang memikat dan tidak membosankan.
Saya masih dan selalu dalam proses belajar bagian ini.
Masih banyak PR ke depan dan beberapa cerpen pilihan Kompas tahun 1996, 1997, 1999, 2001, 2013, dan 2015 belum saya sentuh.
Teruslah belajar.
Salam cerpen.
...
Jakarta
14 Februari 2021
Sang Babu Rakyat