Melihat arwah pertama dan kedua menjadi manusia, arwah pemuda itu sangat ingin mengikuti mereka. Besar harapannya gerbang enam terbuka. "Aku kan sudah melakukan kebaikan,"Â pikirnya.
Untuk ketiga kali, sang suara memasuki kamar tertutup itu. Dilihatnya timbangan pemuda itu."Baiklah. Aku sudah mendengar kesaksianmu. Tangan, lemparkan dadu itu."Â
Dadu dilempar. Muncul angka empat di permukaan. Gerbang empat pun terbuka.
"Kamu tidak layak menjadi manusia. Memang benar, kamu telah menyejukkan hati para wanita yang putus cinta. Tetapi, kamu membohongi mereka. Di saat mereka lemah, kamu membuat nyaman. Setelah itu, kamu tiduri mereka. Tidak pernah tulus niat baikmu.
Ucapanmu baik di muka, tetapi busuk di belakang. Hidupmu pun dik elilingi wanita yang termakan tipu muslihatmu. Kamu tidak sedikit pun menghargai wanita. Untuk itu, kamu hanya pantas hidup sebagai tumbuhan. Tak bermulut dan tak bisa bergerak. Nikmati hukumanmu di dunia baruku."
Mendengar keputusan sang suara, arwah pemuda itu berjalan lunglai. Kebohongannya terbongkar. Sang suara sudah melihat timbangannya. Berat di sebelah kiri.
Dengan langkah berat, dia memasuki gerbang empat. Dia terlahir sebagai sebuah kaktus kecil, tertancap di tengah gurun pasir yang sepi dan panas menyengat.Â
Gurun itu tak terjamah manusia. Terlalu luas dan takada sumber air. Kaktus itu setengah mati bertahan hidup di sana.
Pertemuan pun berakhir, semua gerbang tertutup rapat. Sang suara dan sepasang tangan itu kembali mengamati kehidupan manusia di dunia. Sementara, dadu diam tergeletak di atas lantai. Menunggu digulirkan. Menentukan wujud para arwah berikutnya.
...
Jakarta
6 Desember 2020
Sang Babu Rakyat