Seorang saksi memegang peranan penting bagi penghakiman terdakwa. Seseorang, yang dijatuhi hukuman, karena perbuatan merugikan. Saksi, bisa hadir meringankan, bisa pula memberatkan. Hukuman bagi terdakwa.
Sebelum berucap, saksi dituntut bersumpah di atas kitab suci. Kita juga tidak pernah tahu, dia berkata benar atau bohong, setelah bersumpah. Yang tahu hanya dia. Atas apa yang disaksikan matanya.
Bagiku, lidahku kelu bila berkata bohong. Bila kupandang jelek, kukatakan jelek. Bila kupandang cantik, kukatakan cantik. Mungkin aku tak perlu disumpah bila diminta jadi saksi.
Prinsipku, buat apa kita hidup dalam ketidakjujuran. Itu hanya menyakitkan. Menutupi kebohongan dan memungkiri yang dilihat, sama saja merekayasa kehidupan. Dalam ketidaktenangan.
Keluargaku pun tahu. Mereka selalu percaya perkataanku. Sampai suatu ketika, aku dihadapkan pada situasi di mana aku harus berbohong atas apa yang kulihat.
***
"Braaakkk" Pintu depan terbuka kencang. Aku terkejut melihat kakakku lari tergopoh-gopoh ke arahku. "Ada apa, Kak?"
"Sembunyikan kakak" Dia menuju ke sebuah dinding di dapur. Dia tahu, ada ruang rahasia di balik dinding itu. Bila saklar yang terpasang di dinding itu ditekan, bukan lampu yang menyala, melainkan dinding akan bergerak dan sebuah ruangan tersembunyi terlihat.
Aku dan kakakku tidak pernah tahu mengapa bisa ada dinding itu. Sejak kakek masih hidup dan kami belum lahir, dinding itu sudah ada. Bapak pun tidak mau menceritakan mengapa.
"Ya sudah, sembunyi sana" Kataku sembari melangkahkan kaki ke depan pintu. Hendak menutup pintu yang didobraknya.
"Mana lelaki itu" Tiba-tiba sosok lelaki berperawakan tinggi besar dan berotot muncul tepat di depanku. Tangannya terlihat membawa pistol.
"Maaaaafff, Anda siaaappa yaaa?"Â Jawabku terbata-bata. Bulu kudukku merinding.
"Tak usah kau tanya siapa saya. Mana lelaki itu"Â
"Tak ada siapapun di sini. Hanya aku sendiri" Dengan tidak percaya dan tetap memaksa, dia masuk ke dalam rumah. Diperiksanya satu per satu kamar, diobrak-abriknya barang sembari berteriak. "Jangan sembunyi, kau"
"Benar, dia takada di sini"Â Aku kembali menegaskan. Kebohonganku.
"Awas ya, kalau kau bohong. Bisa hilang nyawamu" Dia mengancam sambil mengarahkan pistolnya tepat di depan wajahku. Karena tidak ditemukan yang dicari dalam rumah, akhirnya dia pergi.
***
"Braaakkk" Dinding rahasia itu terbuka.
"Kakak ngapain lagi? Aku hampir mati ditembak tadi!" Kataku geram. Sudah berulang kali dia seperti ini. Terakhir kutahu, dia habis meminjam banyak uang dan tidak pernah kembali.
"Sudahlah, yang penting aku selamat" Dia tidak menjawab. Dengan tenang, dia menuju dapur. Dipanaskan air di teko itu dan diseduhlah kopi. Tepat di kursi sebelah jendela, dia duduk.
"Aaakkkuu sebenarnyaa....."
"Dooorrrr"
Suara desingan peluru kencang memecahkan kaca jendela. Kulihat di depan mataku, tepat bersarang di kepalanya. Dia tewas bersimbah darah seketika. Penglihatan terburuk yang kusaksikan sepanjang masa.
...
Jakarta
10 November 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H