Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Decit Tikus

7 November 2020   14:13 Diperbarui: 7 November 2020   14:18 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bila sebagian kamu membenci kesepian, aku berbeda. Aku mencintainya."

Semestalah yang membentuk dan mendukung cintaku. Sebagai anak tunggal dari sepasang orangtua pemilik perusahaan mobil ternama, aku terbiasa berteman dengan kesendirian. Teman dekat kesepian.

Mereka tak pernah ada waktu buatku. Pergi subuh, pulang malam, mencari kesenangan di antara hiruk pikuk dunia. Menyapaku pun tak pernah. Aku dibiarkan bersama seorang bibi tua, yang hanya mengajakku bicara ketika lapar.

Selebihnya, waktu dalam hidup kuhabiskan di depan layar. Di kamar megah ini, aku suka mencurahkan keanehan-keanehan dunia yang kubaca, melalui tulisan.

Dalam sepi, aku bisa konsentrasi. Bila penat menulis, sesekali aku melirik sudut kamarku. Di sana, ada lubang besar sekepalan tangan manusia. Lubang yang menghiburku dengan suaranya.

"Cit..citt..cericiittt" Satu per satu mereka muncul. Berlari ke meja di sebelahku. Sudah beberapa hari ini perutnya kian membesar. "Sepertinya, mereka hamil" Pikirku.

Ketika mereka mulai keluar, saatnya bagiku untuk makan. Bersama-sama dengan mereka. Selalu kusiapkan sepotong ikan goreng dari menu makan siangku. Bibi memang kuminta menyediakan dua potong. Satu untukku, satu mereka.

Melihat tangan kecilnya memegang potongan ikan, sembari kumisnya bergerak-gerak di atas gigi mungilnya itu, sungguh sangat menggemaskan. Satu-satunya hiburan yang menyenangkan di rumah semegah ini.

Aku kenal mereka sejak lama. Sampai-sampai, kesepian mencemburui. Dia merasa ditinggalkan karena aku terlihat punya teman. 

Suatu ketika, aku terserang demam tinggi. Suhu tubuhku naik. Kepalaku berulang kali sakit. Otot terasa nyeri. Sesekali kejang. Aku tak kuat hanya sekadar menyelesaikan tulisan. Mereka pun tak sempat kuberi makan.

Bibi kemudian menelepon dokter. Hanya bibi yang menemaniku ke dokter. Di sana, aku diperiksa dan dokter memberiku beberapa obat. Dia terlihat berbicara dengan bibi.

"Masnya terkena gejala pes, Bu."

Mendengarnya, aku langsung tahu sumber penyakitnya. Saat itu, sebelum makan siang, kulihat mereka berkeliaran di atas alat makanku. Mungkin, mereka meninggalkan jejak di sana.

Karena aku tidak suka rumah sakit, kami memutuskan pulang. Rawat jalan. Sesampai di kamar, buru-buru kusiapkan makanan mereka. Dengan tubuh lunglai, sepotong ikan kembali kutaruh di sebelah meja.

"Pasti kamu berpikir, mengapa aku masih berteman dengan mereka, yang memberiku penyakit ini?" Bagiku, kendati mereka melukaiku, aku tidak marah. Karena, hanya merekalah yang setia menemani. Di rumah semegah ini.

...

Jakarta

7 November 2020

Sang Babu Rakyat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun