Di sebuah perumahan, hidup seorang ibu bernama Bu Bandi. Dia boros, tidak pandai mengatur uang. Bersuamikan buruh pabrik, dia memiliki seorang anak gadis.
Sore itu, bersama ibu-ibu lain se-RT, mereka mendatangi rumah Bu Budi. Di sana, seperti biasa setiap akhir bulan, digelar arisan.
"Mari ibu-ibu, silakan masuk" Bu Budi menyilakan. Rumahnya tak terlalu besar, namun cukup menampung ibu-ibu se-RT. Disajikan menemani arisan, ada sepiring cemilan kacang goreng, bakwan goreng, dan tahu bakso.
Bu Nani sebagai bu RT, datang terlambat. "Maaf ibu-ibu, saya terlambat. Tadi harus ngantar anak periksa dulu ke dokter" Bu Nani masuk sembari membungkukkan badan. Perlahan dia salami ibu-ibu.
Arisan pun dimulai dengan doa. Kemudian, menyanyikan lagu Mars PKK dan evaluasi program kerja RT. Ditutup dengan pengocokan arisan. Acara yang paling dinantikan ibu-ibu.
Tangan Bu Nani memegang gelas dengan beberapa lintingan nama di dalamnya. Digerakkan ke kanan dan ke kiri, hingga satu lintingan terjatuh ke karpet. "Selamat untuk Bu Susi"Â
"Yesss" Teriakan kecil nan riang keluar dari bibir merah Bu Susi. Uang senilai satu juta berhasil dia bawa pulang. Arisan selesai, semua kembali ke rumah masing-masing.
***
Dalam perjalanan pulang, Bu Bandi terlihat mendekati Bu Susi. Dengan berwajah memelas, dari belakang dia sentuh pundaknya dan berbisik di telinganya. Bu Susi terkesiap.
"Astaga, kukira siapa. Ada apa Bu Bandi?" Dia mengelus dada. Menenangkan jantungnya yang berdetak kencang.
"Bu, saya bisa minta tolong?" Bu Bandi mengajaknya duduk di kursi panjang di pinggir lapangan tenis perumahan itu.Â
"Iya, minta tolong apa Bu?"
"Gini Bu. Besok jadwal Devi bayar cicilan uang pembangunan sekolah. Tapi, bapaknya lagi gag punya uang, boleh saya pinjam uang ibu?" Bu Bandi memohon.
Karena Bu Susi sangat sayang anak, dia tidak tega menolak. Dikeluarkan lima ratus ribu dari uang arisannya dan disodorkan ke bu Bandi. "Segini cukup, Bu?"
"Cukup cukup cukup, sangat cukup Bu. Terima kasih ya, Bu. Semoga Tuhan membalas kebaikan Ibu."Â Mereka berdua pulang. Berjalan sedikit di belakang Bu Susi, Bu Bandi terlihat tersenyum.
***
Keesokan harinya
"Ma, udah siap?" Ujar Pak Joko memanggil istrinya. Sembari memanaskan mobil, dia melihat daftar restoran di gawai. Istrinya meminta makan malam di restoran mahal dengan menu masakan Jepang. "Pokoknya mahal ya Pa! Kalau bisa yang ada hiasan bunga Sakuranya" Pinta istri beberapa hari lalu.Â
Pak Joko sebetulnya malas makan di luar. Dia suami yang suka makan masakan istri. Tetapi karena hari itu ulang tahun istri, mau tidak mau untuk menyenangkan, dia mengalahkan egonya.
Seorang wanita cantik terlihat keluar dari rumah. Mengenakan sepatu putih berhak tinggi, bergaun merah, dengan rambut hitam berkilau yang terurai, dia berjalan ke arah Pak Joko. "Yuk Pa, jalan"
Tiga puluh menit berlalu, mereka sampai di restoran Takoyaki. Restoran termahal di kota mereka, tak sembarang orang bisa makan di sana. Seusai turun dari mobil, Pak Joko lekas menggandeng istrinya.
Bu Susi menghentikan langkah. Dari kejauhan dia melihat sesuatu yang ganjil. Di belakang patung simbol restoran itu, dia bersembunyi dan mengintip. Diambilnya ponsel dan difotonya seseorang bersama anaknya dalam restoran itu.
"Ngapain sih, Ma?" Tanya Pak Joko keheranan.
"Yuk ganti restoran Pa, Mama gag selera makan di sini" Pak Joko tambah heran. Istrinya yang pecinta masakan Jepang, tiba-tiba kehilangan nafsu. Dalam perjalanan ke mobil, Bu Susi terlihat mengepalkan tangan.
"Sial! Katanya gag punya uang, tahunya makan di restoran mahal!" Lihat nanti!" Bu Susi mempersiapkan siasat untuk mendamprat Bu Bandi di rumah. Sekaligus di grup WA Arisan. Seseorang, yang terekam jelas di ponselnya.
...
Jakarta
2 November 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H