libur panjang. Melihat kalender, mulai Rabu hingga Minggu, semua tanggalnya merah. Wali kelasku sudah merencanakan kegiatan berlibur, khusus untuk muridnya didampingi satu orangtua.
Akhir bulan ini, akan adaTujuan liburannya adalah danau Bestari di Kabupaten Belang. Danau yang tersohor keindahannya dan menjadi objek wisata favorit penduduk lokal hingga mancanegara. Tercatat tidak pernah sepi pengunjung di akhir pekan, apalagi libur panjang. Begitu informasi yang kubaca dari internet.
Perjalanan diperkirakan memakan waktu satu hari satu malam. Medan terberat yang dilewati adalah kelok sepuluh. Selain kemacetan kendaraan karena adanya beberapa pasar tumpah di jalan.
Setiap anak dibebani biaya 300.000 ribu. Fasilitas yang diperoleh berupa transportasi, makan, dan penginapan. Aku bersama ibu mendaftar.
***
Rabu pagi, pukul delapan
Hari yang dinanti tiba. Kami berkumpul di lapangan sekolah. Seorang guru terlihat membagikan makanan. "Ayo sarapan dulu, anak-anak. Jangan lupa, sampahnya dibuang ke tempat sampah ya" Nasi kuning hangat berlauk telur dadar, tempe kering, dan sambal terasi sangat enak pagi itu.Â
Dari kejauhan, kulihat beberapa temanku terlambat datang. "Ayo cepat!! Yang terlambat, makan dulu. Sebentar lagi bus mau berangkat" Tegur guru itu sembari berkacak pinggang dan menghela nafas. Sepertinya dia kesal, ada yang tidak tepat waktu.
Seusai makan, kami berangkat. Perjalanan sama sekali tidak menarik, karena pemandangan sekitar hanya tanah tandus dan perumahan. Tidak ada hijau-hijauan. Hanya nanti, ketika di kelok sepuluh.
Tanpa terasa, waktu menunjukkan pukul delapan malam. Kami mulai memasuki kelok sepuluh. Seperti namanya, ada sepuluh jalan berkelok tajam di pinggir bukit. Pohon-pohon besar nan rindang tertancap kokoh di sisi jalan.
"Hoeeeekk"
Ibu mengambil kantung plastik hitam dan minyak angin. Diarahkannya ke depan mulutku dan dipegangnya leherku. Dipijat perlahan. "Keluarkan saja semua, Nak. Jangan ditahan-tahan"
Aku memang lemah dengan tikungan tajam. Perutku serasa terguncang. Apalagi, Pak Dodi, supir bus kami, mengendarai dengan kecepatan cukup tinggi.
Malam itu hujan deras sekali. Di sekitar minim penerangan. Banyak mobil besar lalu lalang di jalan. Aku berusaha tetap kuat, hingga kami keluar dari kelokan ini.
Tiba-tiba terdengar suara tabrakan yang sangat keras. Memekakkan telinga. Duaaaarrrrr!!! Tubuhku terpelanting. Pandanganku gelap.
***
Telah terjadi kecelakaan di kelok 10, kilometer 10, Kabupaten Medang. Sebuah bus menabrak truk pengangkut pasir dan tersasar ke rumah warga. Disinyalir penyebabnya, bus kehilangan kendali karena rem blong.
Berdasarkan olah TKP dan keterangan saksi mata, tercatat sebagian penumpang, terdiri dari 10 anak dan 10 orangtua beserta supir bus, tewas di tempat.Â
Sebagian lagi luka parah dan dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sementara itu, pengendara truk tidak ditemukan keberadaannya. Demikian dilaporkan perkembangan terkini dari tempat kejadian perkara.
Seorang reporter terlihat merapikan miknya. Beberapa tukang potret mengambil gambar sembari mewawancarai warga. Hujan masih turun dengan deras.
Bau busuk tajam menyengat dan menyelimuti. Raungan sirene ambulans datang silih berganti. Beberapa warga sibuk, bergotong royong mengangkut jenazah dan membersihkan puing-puing kendaraan dari tengah jalan.
Sebagian berteriak histeris, hingga pingsan, tak sanggup melihat banyaknya potongan jasad korban yang bersimbah darah.
***
"Nak, bangun Nak!" Belaian lembut dan hangat mendarat di pipiku. Kudengar sayup-sayup suara ibu.Â
Mataku kubuka perlahan. Terlihat gunung-gunung bersalju yang putih sekali. Awan gemawan berbentuk bantal nan lucu. Danau berair biru jernih, dengan permukaan tenang dan meneduhkan. Padang rumput luas dan hutan hijau lebat. Ditutup dengan pelangi yang tampak jelas nan indah.
"Kita sudah sampai, Bu?" Setengah sadar aku bertanya.
"Iya, Nak. Kita sudah sampai"
"Terus, teman-teman di mana? Kok aku tidak lihat? Bu Guru?"
"Ibu juga tidak lihat, Nak. Di sini, hanya ada kita" Ibu menjawab sembari tersenyum.
Kendati aku ingin menangis karena kami sendiri, aku heran. Ada perasaan gembira yang berlimpah di hatiku. Sama sekali aku tidak bisa sedih di sini. Pelukan hangat ibu dan indahnya alam itu, benar-benar menyenangkanku.
...
Jakarta
31 Oktober 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H