Belum basi sepertinya bila aku baru berpendapat atas karya anak bangsa ini. Dari kemarin, terasa gatal tangan ini jika tidak mengetik tulisan sebagai bentuk apresiasinya. Akhirnya, kuputuskan kutulis dan tayang hari ini, tepat enam hari terhitung sejak karya terbit di youtube. Hehe...
Adalah "Tilik", sebuah film pendek berdurasi 32 menit 34 detik dan disutradarai oleh Wahyu Agung Prasetyo.Â
Film yang diperankan oleh mayoritas ibu-ibu desa ini, berhasil menarik perhatian sebagian masyarakat Indonesia. Bahkan, menjadi trending topic di twitter.Â
Secara garis besar, film bercerita tentang kegiatan tilik (besuk orang sakit) di rumah sakit menggunakan truk. Sepanjang membesuk, ada perbincangan gosip di dalamnya. Diperankan oleh Siti Fauziah sebagai Bu Tejo, Briliana Desy sebagai Yu Ning, dan lainnya.
Bagiku sendiri, setelah menonton lebih dari satu kali (karena suka, hehe...), ada beberapa bagian dalam film yang patut diapresiasi:
Mengangkat budaya
Tidak hanya di daerah seputar Yogyakarta (lokasi film), budaya tilik telah dikenal baik di masyarakat Jawa. Bila ada tetangga sakit, apalagi dirawat di rumah sakit, tetangga sekitar pasti menyempatkan untuk membesuk dan tak lupa memberikan bantuan uang sebagai bentuk perhatian sekaligus sedikit meringankan beban keluarga yang dibesuk.Â
Aku, yang tinggal di kota Jepata, Jawa Tengah, pernah menyaksikan sendiri mamaku melakukannya. Bila rombongan sedikit, bisa menggunakan mobil kecil. Sementara kalau banyak, terkadang menyewa bus besar.Â
Akting terlihat sangat alami
Aku dan sebagian Anda pasti setuju kalau akting para pemeran terlihat sangat alami. Mereka lepas sekali dalam bertutur naskah cerita, dengan emosi pas pula. Faktor kebiasaan tilik telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, sedikit banyak mendukung alamiah ini.Â
Celoteh yang kental dengan logat kedaerahan
Dua kata untuk ini. Seru dan Kangen. Melihat ibu-ibu berkumpul, berceloteh dengan logat Jawa kental, aku sangat suka. Kendati nama sangat Batak, seperti dibahas di atas, aku terlahir di pulau Jawa. Jadi, logat itu telah akrab sedari kecil terdengar di telingaku. Ah, jadi rindu kampung, hehe...
Latar belakang yang menyejukkan
Latar belakang dalam film terlihat berupa hutan dan sawah yang asri. Sungguh menyejukkan di mataku yang terkadang jenuh dengan gedung-gedung ibu kota, hehe....Hijau-hijauan yang menyegarkan mata.Â
Khusus pemeran, aku tidak akan bahas Bu Tejo. Sudah terlalu banyak tulisan yang mengulas sosoknya. Memang sih, dia pemeran utama, jadi wajar semua mata tertuju padanya. Dia pun pasti lebih tenar dari pemeran lainnya.
Aku malah ingin mengulas Yu Ning, sosok penyeimbang. Diperankan oleh Briliana Desy, Yu Ning mengambil adegan cukup banyak setelah Bu Tejo. Wanita paruh baya yang masih bersaudara dengan Dian, sosok yang digosipkan wanita tidak benar di cerita ini.
Setidaknya, ada tiga hal positif bisa dipelajari dari perkataan Yu Ning dalam film ini.Â
- Menegaskan keadilan
Oh, jadi... kalau Pak Tejo yang diomongin, Bu Tejo nggak terima? Gitu kok ngomongin Dian, padahal nggak ada buktinya.
Itulah sepenggal ucapan untuk membalas Bu Tejo yang sangat dalam menggosipkan Dian. Terlepas dari mungkin Dian benar sesuai gosip Bu Tejo, peringatannya relevan bagi kita sekarang ini.
Bila tidak ingin disakiti, jangan menyakiti orang lain. Bila kita mau menyakiti, kita harus terima juga disakiti. Seperti itulah adil, sama di kedua sisi. Â
- Berpikir kritis
Ya udah diterima aja. Hitung-hitung itu mahar dari Pak Tejo, Mau maju jadi lurah. ...Â
Nah, kan bener! Itu tadi sogokan, tuh. Udah, balikin aja daripada bikin masalah.
Demikianlah ujarannya ketika Bu Tejo memberikan tambahan uang kepada Gotrek, sang supir truk. Yu Ning curiga, uang tersebut tidak cuma-cuma, melainkan ada pamrih agar Gotrek mau jadi tim sukses Pak Tejo. Kebetulan juga, tersirat dari Bu Tejo, suaminya akan mengajukan diri sebagai kandidat lurah setempat.Â
Memang diajarkan, kita tidak boleh selalu curiga terhadap orang. Tetapi, terkadang curiga sebagai bentuk kritis juga diperlukan. Mempertanyakan orang yang tiba-tiba baik hanya bila ada maunya, sangat perlu. Setelah maunya terpenuhi, seketika berubah menjadi tidak baik. Ya, tidak dimungkiri ada tipikal orang seperti ini. Â Â
- Perhatian terhadap sesama
Apa aku salah, kalau aku perhatian sama Bu Lurah? Apa aku juga salah, kalau aku pengen cepat tahu keadaan bu Lurah?
Perkataan tersebut dilontarkan di tengah kekecewaan tidak bisa menjenguk Bu Lurah di rumah sakit, karena masih di ICU. Dari sini dapat dilihat, sepertinya bukan Bu Tejo, tokoh utama yang menginisiasi besuk ini, melainkan Yu Ning. Dia memang diperankan sebagai sosok yang baik, perhatian terhadap kondisi kesehatan tetangga sekitar.
Dalam kehidupan nyata, Yu Ning sangat diperlukan kehadirannya. Sebagai penyeimbang dan rambu-rambu agar tidak kebablasan. Kendati konsekuensinya, sering sendirian karena tidak disukai, hehe.... Seperti pada akhir film ini.
Jadi, pembaca termasuk Bu Tejo atau Yu Ning nih? Yang pasti, kedua-duanya membuat seru dunia ini, hehe...
...Â
Jakarta,
23 Agustus 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H