Dua kata untuk ini. Seru dan Kangen. Melihat ibu-ibu berkumpul, berceloteh dengan logat Jawa kental, aku sangat suka. Kendati nama sangat Batak, seperti dibahas di atas, aku terlahir di pulau Jawa. Jadi, logat itu telah akrab sedari kecil terdengar di telingaku. Ah, jadi rindu kampung, hehe...
Latar belakang yang menyejukkan
Latar belakang dalam film terlihat berupa hutan dan sawah yang asri. Sungguh menyejukkan di mataku yang terkadang jenuh dengan gedung-gedung ibu kota, hehe....Hijau-hijauan yang menyegarkan mata.Â
Khusus pemeran, aku tidak akan bahas Bu Tejo. Sudah terlalu banyak tulisan yang mengulas sosoknya. Memang sih, dia pemeran utama, jadi wajar semua mata tertuju padanya. Dia pun pasti lebih tenar dari pemeran lainnya.
Aku malah ingin mengulas Yu Ning, sosok penyeimbang. Diperankan oleh Briliana Desy, Yu Ning mengambil adegan cukup banyak setelah Bu Tejo. Wanita paruh baya yang masih bersaudara dengan Dian, sosok yang digosipkan wanita tidak benar di cerita ini.
Setidaknya, ada tiga hal positif bisa dipelajari dari perkataan Yu Ning dalam film ini.Â
- Menegaskan keadilan
Oh, jadi... kalau Pak Tejo yang diomongin, Bu Tejo nggak terima? Gitu kok ngomongin Dian, padahal nggak ada buktinya.
Itulah sepenggal ucapan untuk membalas Bu Tejo yang sangat dalam menggosipkan Dian. Terlepas dari mungkin Dian benar sesuai gosip Bu Tejo, peringatannya relevan bagi kita sekarang ini.
Bila tidak ingin disakiti, jangan menyakiti orang lain. Bila kita mau menyakiti, kita harus terima juga disakiti. Seperti itulah adil, sama di kedua sisi. Â
- Berpikir kritis
Ya udah diterima aja. Hitung-hitung itu mahar dari Pak Tejo, Mau maju jadi lurah. ...Â
Nah, kan bener! Itu tadi sogokan, tuh. Udah, balikin aja daripada bikin masalah.