Bila peristiwanya terjadi karena ada yang traktir, itu tidak masalah. Semisal, ada yang syukuran di hari ulang tahun atau bos traktir makan karena tim kerja di bawah naungannya berhasil mencapai target.Â
Kalau dulu lokasi traktir biasa di warung makan atau restoran, karena Covid19, sepertinya banyak yang memilih take away dan dimakan bersama di rumah orang yang berulang tahun atau kantor. Menjauhi kerumunan.
Saat itu, rasanya pasti bahagia sekali. Apalagi mengetahui makanannya enak dan terbilang mahal, wah makin bahagia. Kalau terjadi di tanggal tua, sempurna. Wakakaka....
Kali ini beda ceritanya. Malam ini saya menengok dompet dan terlihat isinya tiga orang penari tari piring. Tentunya, tidak cukup dong barang membeli seporsi mi goreng untuk makan malam? Akhirnya saya putuskan ke ATM terdekat untuk mengambil uang.
Di ATM, kita tahu uang yang paling kecil ditarik adalah 50.000. Sayangnya, yang saya kunjungi minimal 100.000. Mau tidak mau, ditariklah 100.000 dua lembar (sekalian narik banyak, untuk beberapa hari, hehehe...).
Tidak jauh dari ATM, di pertigaan jalan, ada abang nasi goreng (nasgor) yang mangkal dan kebetulan terlihat sepi pembeli. Sukalah saya, karena tidak perlu menunggu lama. Segera saya hampiri.
S: Saya
AN: Abang Nasgor
S Â Â : Bang, pesan mi goreng seporsi Bang. Mi sedikit, gag pedas, bumbu bawangnya banyak, banyak sayur, dan gag pakai micin (abang nasgornya juga jualan mi goreng).
AN Â : Oke.
Beberapa menit berlalu, sembari saya membunuhnya dengan bermain hape, akhirnya mi goreng pesanan pun jadi.Â
AN Â : Ini ya mas (sembari menyodorkan mi goreng yang telah dibungkus)
S Â Â Â : Berapa Bang?
AN Â : 15.000 aja
S Â Â Â : Ini ya Bang (menyodorkan uang 100.000)
AN Â : Wah, maaf Mas, gag ada kembalian. Bawa aja dulu, nanti bayarnya besok-besok saja.
S Â Â Â : Gag ada kembalian, Bang? Bentar ya, saya tukar dulu. Saya gag biasa makan tidak bayar.
Teringatlah saya akan laundry yang belum diambil. Akhirnya saya putuskan untuk mengambilnya dahulu. Dengan maksud, mendapatkan kembalian dari tukang laundry. Benar saja, biaya laundry seharga 51.000, saya bayar dengan 100.000 ditambah 1.000, agar kembalinya genap 50.000.
Setelah beroleh 50.000, saya kembali ke Abang Nasgor.
S Â Â : Ini ya Bang, udah pecah nih 50.000, ada kembalian kah?
AN : Kalau ini ada (sembari menyodorkan 35.000)
Akhirnya, mi goreng saya lunas dan siap dimakan.
...
Di cerita tersebut, saya memang tidak suka makan dalam kondisi tidak bayar. Anggapannya, mi goreng tersebut belum sepenuhnya menjadi hak milik, sehingga tidak bisa dimakan. Kendati rasanya sangat enak dan si Abang berbaik hati untuk diutangi, tetap saja saya tidak tenteram hati.
Ibarat utang, kalau belum dilunasi, saya tidak bisa tidur nyenyak. Baik utang uang maupun utang janji, semuanya harus dibayar. Serasa ada kelegaan dan ketenangan tersendiri bila hidup tanpa utang. Begitulah ketika makan.
Di sisi lain, kita sering menemui ada pekerja harian yang berutang ketika makan di warung makan. Bermodal pena, pekerja tersebut menambah daftar utang dengan menulisnya di buku penjual, setelah itu baru makan. Nanti ketika tanggal gajian datang, baru dibayar itu utang.Â
Kendati boleh berutang, bagi saya tetap yang paling enak hidup tanpa utang. Hidup terasa tidak terikat dan perut pun tenang dalam kekenyangan. Hehe...
Ayo yang punya utang, jangan lupa dibayar ya.
...
Jakarta,
8 Agustus 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H