Menarik sekali sebagai fasilitator, saya mengkuti jalannya Pelatihan untuk Pelatih (ToT) pemicuan 5 pilar STBM yang berlangsung dari 24 Februari sampai 2 Maret 2019, di Kampus Hang Jebat Balai Besar Pelatihan Kesehatan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pelatihan yang diselenggarakan Direktorat Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan ini melibatkan berbagai lembaga, proyek dan program yang tergabung dalam Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) sebagai nara sumber merangkap fasilitator. Peserta terdiri dari perwakilan seluruh provinsi di Indonesia dari unsur Dinas Kesehatan, Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) dan Politeknik Kesehatan (Poltekes). Turut serta dalam pelatihan inii perwakilan dari Badan Amil Zakat dan Sedekah (Baznas) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Ikke Nurjanah selaku Duta AMPL Nasional.
"Pelatihan ini sangat strategis !" demikian disampaikan Imran Nurali, selaku Direktur Kesehatan Lungkungan pada saat pembukaan resmi pelatihan.Â
Di tengah kebutuhan kabupaten/kota akan tenaga fasilitator STBM kelurahan/desa yang handal, memang tenaga pelatih fasilitator STBM provinsi perlu ditambah, baik secara kuantitas maupun kualitas. Oleh karenanya dengan pelatihan ini diharapkan terjadi percepatan tidak hanya jumlah kelurahan/desa yang Bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABs) atau Open Dedecation Free (ODF) yang pada akhirnya akan menjadi kabupaten/kota ODF yang kemudian menjadi provinsi ODF. Namun juga penuntasan lima pilar STBM sekaligus sebagaimana metode yang dilatihkan pada kesempatan perdana kali ini.
Pelatihan terakreditasi ini berdasarkan pada modul tang disusun untuk dapat memicu masyarakat, sekaligus 5 pilar STBM. Tujuannya agar masyarakat secara mandiri tidak hanya membangun sarana dan prasarana higiene sanitasi, tapi juga menggunakannya serta merawatnya agar tetap dapat digunakan.
Sesuai definisi yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan, "STBMÂ adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan." STBM digunakan oleh Kementerian Keseharan dalam upaya memicu masyarakat untuk ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui 5 pilar :
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan/ Stop BABS,
2. Cuci Tangan Pakai Sabun/ CTPS, 3. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga/ PAM-RT,
4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga,
5. Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga.
Hingga akhir tahun 2018 telah ada sekitar 24 kabupaten/kota dan 1 provinsi yaitu Yogyakarta yang telah Stop BABS. Untuk percepatan yang dapat memicu penuntasan pilar lain, lewat kerjasama dengan mitra dari proyek dan program pembangunan sanitasi di Indonesia, lalu dikembangkanlah metode pemicuan yang semula bertahap satu pilar dimulai pilar satu menjadi pemincuan serentak lima pilar. Dan setelah diuji coba oleh beberapa mitra proyek dan progran di beberapa daerah, untuk kali pertama metode pemicuan 5 pilar STBM diajarkan pada ToT ini.
*Berikut ini catatan materi tambahan yang saya sampaikan terkait dengan sesi komunikasi, advokasi dan  fasilitasi berdasarkan tanya jawab dengan peserta saat evaluasi setelah praktek pemicuan.
1. Pemicuan STBM: Bertemunya Esensi dengan Sensasi
Dari aspek komunikasi, metode pemicuan 5 pilar STBM ini, sejak awal dilakukan dengan menyentuh langsung emosi masyarakat berupa rasa malu, rasa jijik, rasa takut pada penyakit dan rasa takut berdosa serta lainnya. Sensasi yang dimunculkan sebagai contoh adalah dengan meminta masyarakat untuk meminum air mineral yang telah tercemar tinja, misalnya. Atau dengan mengajak peserta melihat tempat-tempat buang air besar sembarangan, dengan tujuan agar yang buang air besar di sana merasa malu sendiri dan kemudian membangun sarana buang air besar yang layak untuk digunakan. Esensinya adalah agar masyarakat terhindar dari penyakit akibar perilaku higiene dan sanitasi buruk. Dengan pemahaman esensi yang baik, seorang fasilitator dapat mengembangkan perangkat-perangkat pemicuan berdasarkan situasi dan kearifan tradisi lokal.