2. Efek Disonansi Kognitif
Adanya ketidaknyamanan kognisi ketika apa yang selama ini dilakukan dan diyakini sebagai bukan persoalan, kenudian dinyatakan sebagai masalah oleh orang lain. Pada situasi seperti ini akan ada 3 kemungkinan sikap yang terbentuk, yaitu:
A. Menolak dengan mencari berbagai referensi yang mendukung apa yang diyakini selama ini,
B. Berusaha untuk mendapat informasi tambahan sebelum mengambil keputusan sikap.
C. Langsung menerima dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.
Di sini penting bagi seorang fasilitator untuk dapat menggali agar tiap pilihan sikap tersebut dapat diketahui penyebabnya sehingga bagi yang menolak dan ragu dapat memperoleh jawaban yang tepat dari sesama peserta lain yang menerima.
3. Reaksi dan Respon
Pada saat praktek pemicuan di lapangan, dengan pendekatan fasilitasi yang diajarkan, kemudian beberapa warga yang belum memiliki sarana sanitasi diajak untuk membuatnya secara mandiri. Antusiasme dan eforia yang ditimbulkan lewat teknik fasilitasi parisipatif yang tepat, dapat mengakibatkan munculnya "jiwa massa" sehingga ketika satu orang menunjuk tangan menyatakan akan membangun sarana sanitasinya sendiri, maka akan dengan mudah diikuti oleh peserta lain.
Reaksi positif ini tentu perlu dikonversi menjadi respon positif. Reaksi spontan yang cenderung emosional sesaat ini tentu harus diikuti dengan memberikan informasi yang tepat tentang manfaat menggunakan sarana sanitasi yang layak (sebagai claim/ ethos) , serta akibat buruk bila air limbah tidak dikelola, atau tidak CTPS, atau tidak mengolah sampah  misalnya (sebagai warrant/ pathos), serta menunjukkan bukti-bukti bahwa membangun sarana sanitasi itu mudah (tidak mahal, semua bisa, dll) dan bermanfaat (sebagai evidence/ logos). Unsur persuasi yang terdiri dari claim, warrant dan evidence inilah yang perlu ditekankan dalam proses pemicuan. Sehingga manakala peserta telah keluar dari eforia sebagai reaksi atas suasana yang dibangun oleh fasilitator, mendapatkan pertimbangan logis yang dapat melahirkan respon positif.
4. Proses, Hasil dan Dampak (PHD)
Ukuran keberhasilan proses pemicuan pada akhirnya penting untuk disepakati. Untuk dapat menganalisa keberhasilan pemicuan tentu diperlukan unit analisis yaitu keberhasilan proses, hasil, dan dampak. Keberhasilan pemicuan tentu setelah masyarakat membangun, menggunakan dan merawat sarana sanitasi. Sehingga berdampak jangka pendek berupa pencegahan penyakit, jangka sedang meningkatnya derajat kesehatan dan jangka panjang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Dalam "proses" pemicuan STBM yang menjadi ukuran keberhasilan utamanya adalah  kredibilitas fasilitator. Keedibilitas ini dapat dipenuhi apabila fasilitator memiliki kemampuan dan legalitas dalam memfasilitasi pemicuan lima pilar STBM, selain tentu saja memiliki track record yang baik di tengah masyarakat yang dipicu, serta legitimasi dari dinas kesehatan, kelurahan/ desa, tokoh masyarakat/ agama, RT dan RW  setempat.
Ukuran keberhasilan proses pemicuan 5 pilar STBM kedua adalah adanya peserta yang meliputi seluruh warga di wilayah yang dituju, baik laki-laki dan perempuan, tua dan muda, miskin dan kaya. Semakin banyak dan semakin beragam peserta yang terlibat, proses pemicuan semakin baik.
Ukuran keberhasilan ketiga adalah kesiapan selain sarana dan prasarana pendukung pemicuan juga pengenalan fasilitator terhadap target masyarakat yang akan dipicu. Disinilah perlu dipahami beragamnya khalayak yang akan dihadapi dan metode serta keterampilan untuk mengatasinya.