Sejujurnya, sistem feodal masih sangat kuat Indonesia. Sistem ini biasanya dipelihara dengan baik oleh sekian politisi dan elite penguasa di berbagai daerah kita.
Keberadaan sistem feodalisme yang masih sangat kuat ini. Kita bisa mendeteksinya lewat setiap steatmen dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Mereka, seringkali membuat aturan yang tak kelihatan secara kasat mata. Aturan-aturan ini biasanya dibuat seolah-olah berpihak kepada masyarakat lokal. Padahal, kebijakan itu hanya untuk melenggengkan posisi mereka dalam sistem feodal yang ada.
Karena berbagai daerah di Indonesia masih di kuasai oleh politisi feodal seperti ini, maka tak heran, jika pembangunan di berbagai daerah selalu berjalan lambat selama mereka berkuasa.
Melambatnya pembanguan diberbagai daerah, salah satu faktornya karna mereka tak punya komitmen untuk mengurusnya secara serius. Para politisi dan pemimpin feodal lebih suka mempertahankan posisi mereka, ketimbang sibuk mengurus masalah-masalah yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Salah satu contohnya adalah mengelola pariwisata diberbagai daerah di Indonesia Timur.
Seringkali, para pemangku kepentingan ini tidak punya komitmen untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) lewat sektor pariwisata. Masih kurangnya promosi, tak ada analisis pengunjung, fasilitas yang rusak dan terbengkalai diberbagai objek wisata adalah contoh-contohnya.
Tampilan website pemerintah daerah pun sangatlah jelek dan jarang terupdate secara berkala. Padahal, website pemerintah daerah adalah rujukan untuk mencari informasi tentang suatu daerah.
Selanjutnya, dengan melihat pemerintah daerah yang terkesan lambat dalam menghadapi berbagai masalah, bolehkah kita mengkritisi?
Boleh saja. Demokrasi menginsyaratkan hal tersebut untuk melakukan kontrol kepada pemerintah. Hanya saja, kita harus berani menerima konsekuensi saat mengajukan kritik kepada pemerintah daerah. Hal ini perlu diingat karena pemerintah daerah kita, kebanyakan dikuasai oleh tokoh-tokoh bermental feodal. Mereka siap menggunakan semua komponennya untuk menyingkirkan siapapun saat mereka kalah dalam berargumen.
Biasanya, disaat sudah kalah, ada sebagian orang-orang yang datang menjilat pemimpin dan tokoh-tokoh feodal ini dengan mencari pembenaran bahwa, "Orang ini layak disingkirkan dengan segala cara karena tidak sopan pada pimpinan".
Jadi, saat-saat seperti itulah pertemuan antara pemimpin-pemimpin bermental feodal menyatu dengan bawahan-bawahan yang bermental feodal pula.
Orang-orang bawahan yang bermental feodal ini, seringkali berpikir bahwa para pemangku kebijakan tidak pernah salah. Akhirnya, kebiasaan "asal bapak senang" itu dilakukan oleh mereka secara berulang-ulang tanpa merasa berdosa.