Mohon tunggu...
Honing Alvianto Bana
Honing Alvianto Bana Mohon Tunggu... Petani - Hidup adalah kesunyian masing-masing

Seperti banyak laki-laki yang kau temui di persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Nenek susu panjang

24 April 2020   03:20 Diperbarui: 24 April 2020   07:40 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: nenek susu panjang

Saya takut sekali. Saya menutup telinga. Seekor tikus menyelinap masuk ke dalam selimut saya dan ikut bersembunyi di sana.

"Tidak ada suara apa-apa, Enos. Ibu tidak mendengar suara apa-apa. Kau diganggu Nenek susu panjang itu. Nenek susu panjang akan menyelinap dan mengganggu anak-anak yang nakal."

Ibu tak mendengar suara itu. Tak ada yang mendengar suara itu, kecuali saya sendiri. Biasanya, agar tidak teringat pada suara-suara itu lagi, saya selalu meninggalkan ibu dan berlari keluar menuju rumah Tinus.

***

"Ssst, diam!" Tinus memberi aba-aba dengan jari telunjuk di depan mulutnya. Ia lalu melihat kearah pepohonan. 

" Tolong pegang ini!" Tinus menyeka keringat dengan lengan kirinya. Ia lalu mengambil dua buah batu sebesar bola pimpong. Ia seperti tak mendengar apa yang saya katakan tentang Nenek susu panjang. Ia kemudian melempar burung-burung pipit dibalik ranting-ranting pohon kaliender. 

Tampak awan bergerak pelan seperti kapas. Seekor elang berputar-putar dan sesekali melengking. "Kolam di sana tak begitu dalam. Kemarin hanya setinggi lutut, tapi sudah saya halangi aliran sungai itu dengan batu-batu yang saya ambil ditepi sungai. Sekarang sudah mencapai dada" Saya berjalan mengikuti Tinus dari belakang. Ia meninggalkan jejak kakinya yang kurus. Tinus tidak memakai sepatu. Ia memang telah melepas dan menggantungkan sepatu dilehernya-sejak kami mulai menyusuri sungai.

"Kalau Nenek susu panjang ada, kenapa ia tak menangkap saya?" Tinus menyergah ingusnya.

"Mungkin kau belum pernah bertemu dengannya, Tinus."

"Tidak. Saya sudah berulang kali mandi disana. Tidak ada apa-apa, Enos."

Saat mendekati kolam, tiba-tiba Tinus meminta saya untuk berhenti. "Diam!", Tinus menyuruh saya melihat kearah semak-semak. "Seperti ada orang dibalik pohon-pohon itu," bisik Tinus. Saya ketakutan. Napas saya tertahan di tenggorokan. Tiba-tiba Tinus tertawa dengan sangat puas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun