Mohon tunggu...
Moh Arie Setyawan
Moh Arie Setyawan Mohon Tunggu... Penulis - Writer

Freelance Writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengungkap Wajah Baru Feodalisme di Dunia Kerja

29 Juni 2024   19:45 Diperbarui: 29 Juni 2024   20:18 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Feodalisme, sistem kuno yang mendefinisikan hubungan antara tuan tanah dan vasal di era abad pertengahan, mungkin terdengar seperti konsep yang usang dan tidak relevan di zaman modern. Namun, jika kita telusuri lebih dalam, unsur-unsur feodalisme tersebut masih merajalela di banyak tempat kerja. 

Meskipun hadir dengan wajah yang berbeda, praktik-praktik ini tetap saja merugikan, menciptakan ketidakadilan dan ketidaksetaraan di dunia kerja yang seharusnya lebih beradab dan berkeadilan.

Pertama, mari kita lihat pada kontrak kerja yang eksploitatif. Banyak karyawan dipekerjakan dengan syarat-syarat yang tidak adil, bekerja berjam-jam tanpa kompensasi yang layak atau tanpa perlindungan hukum yang memadai. 

Ini adalah cerminan dari hubungan feodal di mana majikan memegang kendali penuh atas nasib pekerjanya. Karyawan tidak lebih dari pelayan yang harus tunduk pada aturan yang ditetapkan tanpa bisa bernegosiasi atau menuntut hak mereka. Di banyak industri, khususnya di sektor informal, karyawan bekerja dalam kondisi yang hampir tidak manusiawi, dengan upah yang jauh di bawah standar hidup layak.

Pekerja di sektor-sektor tertentu, seperti manufaktur dan pertanian, sering kali menghadapi kondisi kerja yang sangat keras. Mereka dipaksa bekerja berjam-jam tanpa istirahat yang memadai, dan sering kali tidak dibayar lembur. 

Dalam beberapa kasus, mereka tidak memiliki akses ke fasilitas dasar seperti air minum atau tempat istirahat yang layak. Kondisi-kondisi ini tidak hanya merusak kesejahteraan fisik dan mental pekerja, tetapi juga menunjukkan betapa lemahnya perlindungan hukum yang ada untuk melindungi mereka.

Kemudian, ancaman dan intimidasi menjadi alat untuk mempertahankan kontrol. Dalam lingkungan kerja yang toksik, karyawan sering kali takut untuk melaporkan ketidakadilan atau mengeluh tentang kondisi kerja mereka. 

Ancaman pemecatan atau tindakan pembalasan lainnya menjadi senjata ampuh yang digunakan oleh manajemen untuk membungkam suara-suara yang kritis. Ini bukan sekedar manajemen yang buruk, ini adalah bentuk penindasan yang sistematis dan terencana, memastikan bahwa karyawan tetap patuh dan tunduk pada kehendak perusahaan.

Contoh yang mencolok dari praktik ini dapat ditemukan di industri tekstil di banyak negara berkembang. Pekerja, yang sebagian besar adalah wanita muda, sering kali diintimidasi oleh manajemen untuk mencapai target produksi yang tidak realistis. 

Mereka diberi tahu bahwa jika tidak mencapai target, mereka akan dipecat atau tidak dibayar. Ancaman ini membuat pekerja merasa tidak memiliki pilihan lain selain terus bekerja di bawah tekanan yang ekstrem, sering kali mengorbankan kesehatan mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun