Selain dua contoh di atas sebenarnya masih banyak lagi mitos yang beredar terutama di pedesaan, seperti; ibu yang masih dalam masa nifas dilarang keluar malam, ketika tidur harus dengan posisi lurus sementara kaki direkatkan menggunakan kain jarik, dan lain sebagainya. Gambaran berbagai mitos tersebut seolah berada pada sebuah benang merah betapa terbelenggunya gerak langkah seorang perempuan. Tentu saja selain hal ini, ada berbagai dampak lainnya baik secara fisik maupun psikhis.
Pengaruh Mitos Ibu Melahirkan
Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi dan informasi seharusnya bisa memberikan kontribusi berupa edukasi terhadap ibu pasca melahirkan, terutama terhadap lingkungan sekitar sebagai sebuah faktor eksternal sekaligus trigger belenggu itu terjadi. Sebab, kekuatan mitos yang mengakar kuat tidak bisa disepelekan, sementara itu dampak terhadap fisik dan psikhis perempuan patut menjadi perhatian.
Dari berbagai mitos dan kepercayaan yang beredar, yang sebagian kemudian menjadi sebuah stigma masyarakat cukup membuat ibu pasca melahirkan tidak nyaman.Â
Mulai dari ketidakpercayaan diri yang kerap dihadapi, perasaan bersalah dan minder bagi yang tak bisa melahirkan secara pervaginam, serta kurangnya istirahat di siang hari. Semua itu bahkan tak jarang dapat memicu stress sehingga terjadi baby blues syndrome, bahkan depresi post partum.
Selain itu, gizi ibu melahirkan juga menjadi suatu hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan oleh lingkungan, dengan tidak melakukan berpantang makanan secara berlebihan.
 Segala kepercayaan tersebut akhirnya cukup mengganggu kenyamanan dan hak kesejahteraan jiwa raga bagi ibu pasca melahirkan. Ini pekerjaan rumah bagi kita semua, bahwa sampai detik ini, nyatanya hak-hak perempuan "sebagai" perempuan masih perlu menjadi concern untuk terus diperjuangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H