Mohon tunggu...
Holy Ichda Wahyuni
Holy Ichda Wahyuni Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FKIP UM Surabaya

Menulis adalah bekerja untuk keabadian (Pramoedya A. Toer)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perempuan dan Mitos Ibu Melahirkan

9 Maret 2022   00:50 Diperbarui: 9 Maret 2022   00:55 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi, Sumber: pixabay.com

Kehamilan dan melahirkan adalah sebuah proses biologis dan psikologis paling besar yang dialami oleh seorang perempuan dalam hidupnya. 

Rasa sakit pasca melahirkan, kurangnya istirahat, stigma bermacam-macam dari sekitar, stress karena beban pekerjaan domestik seringkali memengaruhi kesehatan seorang perempuan baik secara fisik maupun psikhis. Maka, bagi seorang perempuan seusai menjalani proses tersebut sangatlah membutuhkan dukungan dan lingkungan yang kondusif untuk mencapai pemenuhan kebutuhan akan kesehatan dan kesejahteraan jiwanya.

Akan tetapi, menjadi perempuan, seolah harus siap hidup dengan segala tuntutan aturan yang mengatur bahkan dari inci kaki hingga pucuk helai rambutnya. Diksi yang kerap digunakan adalah "menjadi" perempuan, bukan sebagai perempuan, seperti statemen Beauvoir yang mempertegas bahwa sosok perempuan ada karena 'menjadi' bukan karena dilahirkan "sebagai perempuan". 

Statemen yang dapat dimaknai bahwa perempuan dianggap sebagai makhluk yang tidak independen, serta tunduk menjadi apa yang diinginkan oleh lingkungannya. Salah satunya adalah tunduk dengan seabrek mitos dan kepercayaan yang harus dipikul oleh perempuan pasca melahirkan.

Tak peduli apakah mitos itu logis, ilmiah, benar atau salahnya. Seakan menjadi kepercayaan yang mengakar kuat dan harus tetap ditegakkan melalui perantara lisan. Bagi yang tak mengindahkan bersiaplah dicap dan dianggap tidak lumrah oleh lingkungan. 

Menurut Karen Amstrong, penulis Sejarah Tuhan, sebuah mitos walau seabsurd apapun alasannya, ia akan dianggap benar karena efektif memberi pengaruh. Pengaruh inilah yang kerap tak disadari apakah selalu baik, atau bisa juga sebaliknya.

Mitos Ibu Melahirkan

Diantara mitos-mitos yang banyak berkembang adalah mitos terhadap ibu pasca melahirkan. Sejak "menjadi perempuan" bahkan mereka sudah dicercah mitos bahwa perempuan itu haruslah lemah lembut, gemulai, cekatan di dapur, sumur, dan kasur. Naik gelar bagi seorang perempuan menjadi ibu, tidaklah mengurangi mitos-mitos yang menyertainya. Justru semakin banyak.

Belum sempurna seorang ibu jika tidak melahirkan secara normal atau pervaginam. Sehingga ibu yang melahirkan secara section caesarea (SC) dicap sebagai perempuan lemah dan belum sempurna. Padahal yang kita tahu bahwa ibu yang melahirkan secara SC pasti karena kondisi medis tertentu dan telah dipertimbangkan oleh tim dokter yang ahli di bidangnya.

Usai melahirkan, bukan hanya itu saja kepercayaan yang harus dijalani. Berpantang makan secara berlebihan bagi ibu pasca melahirkan juga masuk ke dalam daftar mitos yang sampai saat ini masih kerap dijumpai. Bahkan di beberapa desa, hanya mengijinkan ibu pasca melahirkan memakan nasi dengan kerupuk, tahu, atau tempe saja, sementara protein hewani, lemak, seperti ikan, keju, dan telur dianggap pantangan. Demikian halnya dengan frekuensi minum air putih yang dibatasi dengan kekhawatiran sang bayi akan pilek.

Belum lagi dengan larangan keras tidur siang yang dipercaya akan bisa menyebabkan darah putih naik, dan/atau menyebabkan timbulnya penyakit yang sukar disembuhkan dengan istilah "kemathus" (Jawa). Mitos ini bahkan cukup tenar di berbagai daerah dari ungkapan banyak warga net pada platform media sosial.

Selain dua contoh di atas sebenarnya masih banyak lagi mitos yang beredar terutama di pedesaan, seperti; ibu yang masih dalam masa nifas dilarang keluar malam, ketika tidur harus dengan posisi lurus sementara kaki direkatkan menggunakan kain jarik, dan lain sebagainya. Gambaran berbagai mitos tersebut seolah berada pada sebuah benang merah betapa terbelenggunya gerak langkah seorang perempuan. Tentu saja selain hal ini, ada berbagai dampak lainnya baik secara fisik maupun psikhis.

Pengaruh Mitos Ibu Melahirkan

Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi dan informasi seharusnya bisa memberikan kontribusi berupa edukasi terhadap ibu pasca melahirkan, terutama terhadap lingkungan sekitar sebagai sebuah faktor eksternal sekaligus trigger belenggu itu terjadi. Sebab, kekuatan mitos yang mengakar kuat tidak bisa disepelekan, sementara itu dampak terhadap fisik dan psikhis perempuan patut menjadi perhatian.

Dari berbagai mitos dan kepercayaan yang beredar, yang sebagian kemudian menjadi sebuah stigma masyarakat cukup membuat ibu pasca melahirkan tidak nyaman. 

Mulai dari ketidakpercayaan diri yang kerap dihadapi, perasaan bersalah dan minder bagi yang tak bisa melahirkan secara pervaginam, serta kurangnya istirahat di siang hari. Semua itu bahkan tak jarang dapat memicu stress sehingga terjadi baby blues syndrome, bahkan depresi post partum.

Selain itu, gizi ibu melahirkan juga menjadi suatu hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan oleh lingkungan, dengan tidak melakukan berpantang makanan secara berlebihan.

 Segala kepercayaan tersebut akhirnya cukup mengganggu kenyamanan dan hak kesejahteraan jiwa raga bagi ibu pasca melahirkan. Ini pekerjaan rumah bagi kita semua, bahwa sampai detik ini, nyatanya hak-hak perempuan "sebagai" perempuan masih perlu menjadi concern untuk terus diperjuangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun