Bersumber dari BPS-Statistik Air Bersih (2020) kebutuhan air bersih selama kurun waktu lima tahun terakhir meningkat dua kali lipat menjadi 4,1 miliar m3 per tahun.Â
Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan tinggi, maka pemanfaatan air hujan menjadi salah satu alternatif pilihan sebagai solusi penyediaan air bersih bagi masyarakat.Â
Selain air hujan, kita juga mengenal air tanah dan air permukaan yang dimanfaatkan dalam kehidupan manusia.
Strategi Pengelolaan Air di Indonesia
Undang Undang Dasar 1945 dalam pasal 33 Â ayat 3 menyebutkan bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Term "dipergunakan" dalam isi Undang-Undang tersebut tidak seharusnya menjadikan kita akhirnya menghambur-hamburkan air. Kata "dipergunakan" dalam hal ini semestinya dimaknai memanfaatkan dan mengelolah agar tetap terjaga dan tersedia.Â
Karena logikanya: bagaimana bisa dipegunakan untuk kemakmuran rakyat jika ketersediannya terancam langka.
Seperti yang kita tahu globalisasi industri, kecepatan pertumbuhan penduduk dan pemukiman, pemanasan global (curah hujan, evaporasi, iklim ekstrim), pencemaran, serta deforestasi hutan merupakan beberapa di antara penyebab terjadinya kekurangan tersedianya air.
Sejauh ini beberapa strategi telah dilakukan oleh pemerintah dan stake holder terkait dalam menanggulangi krisis air akibat permasalahan di atas.Â
Di antaranya Pengaturan tata ruang, aspek legal melalui pembinaan dan penegakan hukum, perlindungan sumber air, pemanfaatan teknologi tepat guna seperti rain water harvesting, RO, serta konservasi air (Sukmana, 2021).
Namun, bagaimana dengan implementasinya di lapangan? Sebut saja aspek legal dengan penegakan hukum melalui AMDAL. Nyatanya, fenomena pencemaran yang disebabkan oleh pengolahan limbah terbatas dari pelaku industru masih banyak terjadi.Â