Mohon tunggu...
Nur Halipah
Nur Halipah Mohon Tunggu... Editor - Ordinary girl with extraordinary life

Freelance with Freedom

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Saya Tidak Percaya Diri pada Tulisan Saya

17 Maret 2019   17:28 Diperbarui: 18 Maret 2019   12:04 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.pixabay.com/@dougandpetegardening

Saat kalian membaca tulisan ini, pada awalnya, saya tidak percaya diri pada tulisan saya. Jika orang berkata, "Semakin belajar kamu akan semakin bodoh," saya akan sepakat dengan perkataan tersebut.

Saya mulai belajar menulis sejak Maret 2018. Saya tertarik menulis karena membaca novel seorang penulis amatir di sebuah platform menulis. Saya berpikir, bagaimana jika saya menulis juga? Ada banyak ide di kepala saya, apakah saya akan berhasil menyalurkannya?

Berbekal rasa penasaran itu, saya mulai belajar menulis. Saya memutuskan untuk menulis karya fiksi karena referensi bacaan saya lebih banyak fiksi. Saya tidak memiliki bekal  tentang kaidah dan teknik menulis. Nilai bahasa Indonesia saja sering remedial---ini adalah kejujuran---bagaimana mau menulis baik?

Maka dari itu, saya pelan-pelan menekuni kaidah kepenulisan. Saya mengunduh PUEBI dan KBBI daring di ponsel, serta belajar mandiri melalui internet. Saya mencoba untuk menerapkan ilmu yang saya pelajari.

Pada April 2018, saya membaca pengumuman kompetisi menulis novel yang diadakan oleh salah satu penerbit mayor. Hanya bermodalkan bisa menulis kaidah---yang itu juga masih banyak keliru---dengan percaya diri saya mengikuti lomba tersebut.

Hasilnya? Jelas, saya gagal. Bekal saya belum cukup. Hingga pada Oktober 2018, saya mengikuti grup WhatsApp yang berisi kumpulan penulis pada salah satu platform menulis. Saya banyak berdiskusi dengan seseorang. Dia memberikan saya banyak masukan tentang teknik menyusun cerita fiksi

Saya semakin bersemangat. Saya berusaha mengaplikasikan semua hal yang saya dapatkan. Namun, apa yang terjadi setelahnya? Saya merasa saya berjalan di tempat. Saya tidak pernah puas dengan tulisan saya sendiri. Setiap hari saya selalu mendapatkan sesuatu yang baru dan tidak pernah saya ketahui.

Semakin lama saya semakin merasa bodoh.

Alhasil, ada perasaan hambar setiap saya membaca ulang tulisan saya. Lalu, suatu kali saya berdiskusi dengan teman saya dan sadar bahwa saya melupakan satu hal penting yang dulu membuat saya bersemangat menulis: membuang isi kepala yang penuh ide.

Jika ada yang bilang, "Saya tidak pernah mengharapkan apa pun saat menulis," saya yakin hal tersebut adalah kebohongan.

Mengapa?

Jika kita tidak mengharapkan apa pun, seharusnya tulisan kita hanya tersimpan dalam draft laptop. Toh, hanya untuk diri sendiri. Lalu, mengapa kita memublikasikannya? Bukankah itu pertanda bahwa sesungguhnya ada yang kita harapkan?

Hakikat inilah yang seharusnya kita tanyakan kembali pada diri kita---yang kemudian saya sadari menjadi momok untuk diri saya.

Bedasarkan pengalaman tersebut, ada beberapa hal yang membuat kita tidak percaya diri pada tulisan kita.

Pertama, takut mendapat kritik. Saya percaya bahwa harapan kita saat memublikasikan tulisan adalah mendapat pembaca yang banyak atau komentar-komentar positif yang memacu semangat.

Saya rasa, kita tidak perlu berkata bahwa kita baik-baik saja jika tidak ada yang memuji. Secara tidak langsung, kita telah membohongi diri sendiri. Suatu hal yang manusiawi sekali jika kita ingin dipuji.

Masalahnya, belum mulai menulis saja rasa takut sudah menghantui pikiran. Kita sibuk menghakimi diri dan yakin bahwa tulisan kita tidak akan menuai pujian.  

Akhirnya, tidak ada kata yang terangkai sehingga layar laptop menampilkan dokumen  Microsoft Word yang putih bersih. 

Kedua, target yang gagal. Kita berharap bahwa tulisan kita akan mendapat apresiasi baik. Contoh, kita menulis di Kompasiana dan ingin mendapat label pilihan atau bahkan artikel utama. Sayangnya, target kita meleset. Kepercayaan diri kita menurun dan menjadi malas menulis. Secara tidak sadar, kita telah mematikan bakat kita sendiri.

Ketiga, membandingkan diri dengan orang lain. Hal ini adalah faktor terbesar yang membuat kita tidak percaya diri. Jika membandingkan diri dengan orang lain sebagai motivasi, saya rasa bukan masalah. Namun, saat membandingkan diri dengan orang lain membuat mental kita jatuh, harus ada pola pikir yang diubah. 

Setiap penulis memiliki karakteristik tersendiri. Jangan berusaha untuk menjadi orang lain. Keberhasilan bagi satu orang dan orang yang lainnya pasti berbeda. Kita tidak perlu memaksa diri untuk "sama" persis dengan sosok yang kita kagumi. Bukan karakteristik menulisnya yang kita ikuti, melainkan cara dia belajar dan membuat tulisan baik yang perlu kita contoh.

Dari berbagai macam alasan tersebut, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk melawan rasa tidak percaya diri.

Pertama, berhenti memikirkan omongan orang lain. Ada saatnya kita harus bersikap "bodo amat". Bukan berarti kita menentang kritik terhadap tulisan kita, tetapi dalam kasus ini kita harus berhenti untuk berpikir berlebihan. Buang ketakutan-ketakutan yang tidak perlu.

Setiap orang memiliki preferensi yang berbeda. Suka atau tidak suka itu subjektif. Bagus dan tidak bagus itu relatif pada acuan yang dijadikan patokan. Jika ada yang tidak suka dengan tulisan kita, bisa jadi selera mereka bukan pada jenis tulisan kita meski tulisan kita bagus. Namun, bisa jadi hal sebaliknya terjadi.

Pandai-pandailah menanggapi kritik. Saya sudah membahasnya pada artikel saya, Kritik untuk Tulisanku dan Tulisanmu. Saya yakin setelah itu kita bisa lebih leluasa dan tenang saat menulis.

Kedua, analisis diri kita. Pernah mendengar tentang analisis SWOT? Strenght (kekuatan), Weakness (kelemahan), Oppurtunities (kesempatan), dan Threats (ancaman). 

Analisis tersebut biasanya digunakan untuk menganalisis peluang membuka usaha. Namun, dalam praktik pengembangan diri, analisis tersebut juga dapat dilakukan.

Lebih lanjut, kita dapat mengikuti langkah (SWOT Analysis) untuk membuat analisis terhadap diri kita. Dengan cara ini, kita akan terbantu untuk mengatasi "ancaman" ketakutan pada diri kita, lalu menyiapkan amunisi penuh dengan "kekuatan" yang kita miliki untuk membuat tulisan yang baik.

Ketiga, cari teman yang bisa membantu. Percayalah, bahwa kita tidak hidup sendiri di dunia ini. Menyimpan sendiri rasa takut, hanya akan menambah beban diri kita. Jangan sungkan untuk mencari teman yang dapat dijadikan tempat bersandar. Ceritakan hal-hal yang mengganggu pikiran kita. Bisa jadi, teman-teman ini akan memberikan saran yang baik untuk kita. Selain mengembalikan kepercayaan diri, sangat mungkin teman yang kita ajak diskusi dapat memberikan saran agar tulisan kita lebih baik.

Keempat, mulai menulis kembali. Jika kita masih berkutat dengan segala pikiran tidak penting di kepala kita, saya yakin selamanya kita hanya terkungkung dalam tempurung. Menulislah kembali. Lupakan semua rasa takut. Kepercayaan diri seorang penulis tecermin dari tulisannya. Penulis yang baik lahir dari rasa percaya terhadap tulisannya.

Terakhir dan paling penting, ubah pola pikir kita. Dari banyak hal yang saya jabarkan di atas, masalah utama ada pada pola pikir. Kita sendiri yang membebani diri dengan rasa takut akan kegagalan, apreasiasi yang tidak baik, serta hal-hal lain yang semakin menjatuhkan diri.

Tidak ada yang sempurna. Kita akan kelelahan mengharap bahwa beras kualitas terbaik tidak akan luput dari kerikil. Maka dari itu, terima saja jika ada yang mengomentari kekurangan tulisan kita. 

Pujian bukanlah segala-galanya, terkadang justru menjatuhkan kita. Tidak dapat dimungkiri, budaya "tidak enakkan" orang Indonesia membuat pembaca takut untuk berkomentar jujur. Banyak "memalsukan" komentar di balik topeng pujian dan justru menjadi kesalahan terbesar menjatuhkan seorang penulis.

Satu hal yang saya ingin tekankan, selama masih ada yang mencari "kesalahan" tulisan kita, sesungguhnya hal tersebut adalah bentuk apresiasi tertinggi pada tulisan kita. Mereka yang berkata jujur adalah orang-orang yang yakin bahwa kita bisa menulis lebih baik. Oleh karena itu, buang pikiran bahwa kritik adalah cacian pada tulisan kita. 

Begitu pun saat kita mengejar target, tetapi belum tercapai. Mungkin, kita butuh waktu lebih lama dari orang lain. Saat kita menyerah, ada ribuan orang di luar sana yang sedang berlomba-lomba memperbaiki diri tanpa perlu menyesali kegagalan. Jadilah sosok yang berdaya juang tinggi. Yakinlah, rasa percaya diri dan usaha tanpa henti adalah kunci kesuksesan.

Intan adalah bentuk mineral dengan karbon sebagai komposisi utama. Ikatan kovalen antaratom karbon membuat intan sebagai mineral terkuat. Sulit untuk menyintesis intan. Kita membutuhkan suhu  sekitar 3500 derajat celcius dan tekanan 102 Pa. Artinya, butuh energi besar untuk menjadi intan. 

Bayangkan jika intan tersebut adalah kita. Ada begitu banyak penulis yang berada di luar sana. Mengikat kuat karbon yang  kita miliki (ilmu) adalah cara terbaik menjadi penulis handal. Kalau perlu, ikat karbon-karbon di luar lingkungan untuk menguatkan fondasi kita. Bubuhkan kesabaran saat suhu dan tekanan tinggi menerpa. Jika kita berhasil melewati proses yang menguras "energi" itu, saya yakin, kita akan menjadi intan yang berkilau.

Jadi, apakah saya menyesal saat menulis ini?

Ya, saya menyesali kebodohan saya yang merutuk diri sendiri. Penerimaan terhadap diri kita itu penting. Hal tersebut yang akan saya tanam baik-baik di kepala saya mulai hari ini.

Ikan yang tinggal di akuarium memang merasa nyaman, tetapi ruang lingkupnya sempit. Lama-lama ia akan merasa bosan, bahkan bisa saja mati karena tidak terurus.

Bandingkan dengan ikan yang berenang bebas di samudra. Akan banyak halangan yang bisa mengancam, tetapi sang ikan belajar untuk melindungi dirinya sendiri.

Saat kalian membaca tulisan ini, pada akhirnya, saya berhasil mengalahkan ketakutan saya. Sekarang apa pilihan kalian? Terkurung dalam akuarium atau berenang bebas di lautan?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun