Mohon tunggu...
Moh cholilurrohman
Moh cholilurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas islam negeri KH.ahmad siddiq jember

Prodi hukum keluarga fakultas syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Hukum Undang-undang Perkawinan di Indonesia

22 Oktober 2022   18:19 Diperbarui: 22 Oktober 2022   18:43 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrak:

Perkawinan adalah ikatan kuat yang tidak terpisahkan dan suatu ikatan yang menimbulkan banyak implikasi hukum antara pasangan suami isteri, karenanya dibutuhkan aturan hukum perkawinan yang jelas. Perumusan suatu undang-undang memiliki proses dan dinamikanya tersendiri, serta banyak faktor yang mempengaruhi lahirnya suatu undang-undang, termasuk dalam kelahiranUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika politik yang terjadi dalam proses lahirnya undang-undang perkawinan. Penelitian ini menggunakan metode analisis konten dengan pendekatan normatif, untuk data yang diperoleh berasal dari studi literatur dan data analisanya menggunakan pendekatan kualitatif. 

Hasil dari penelitian ini,dalam proses perumusan undang-undang perkawinan terdapat dinamika politik yang ternyata dapat membawa angin segar bagi hukum perkawina di Indonesia,karena dengan adanya undang-undang perkawinan ini melindungi dan memperjelas hukum perkawinan yang dapat digunakan oleh seluruh mmasyarakat Indonesia. 

Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Perkawinan di Indonesia 

Peraturan di Indonesia berlaku hukum dasar yang tertulis seperti UUD1945, selain itu juga berlaku hukum yang tidak tertulis yang sering dijumpai dalam tata hukum nasional. 

Bahkan norma dasar dalam pasal 2 aturan peralihan UUD1945 menunjukan hukum yang menjadi isi awal tata hukum nasional dengan menyatakan segala peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD, yang dalam hal ini termasuk hukum tidak tertulis.

Adapun sebelum kemerdekaan, hukum perkawinan bagi masyarakat pribumi tersebut merupakan hukum tidak tertulis yang diadopsi dari hukum fikih dan hukum adat yang telah diresiplir berdasarkan teori receptie, dan tidak ada hukum tertulis atau yang diundangkan yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam pelaksanaan perkawinan di Indonesia, dan hukum perkawinan tertulis hanya berlaku bagi golongan tertentu. 

Hal ini mendorong beberapa organisasi perempuan pada masa itu menuntut untuk memiliki undang-undang perkawinan dan persoalan tersebut pernah dibicarakan di Volksraad. 

Politik Hukum lahirnya Undang-Undang Perkawinan di Indonesia

Pembentukan Undang-Undang Perkawinan untuk pertama kali prosenya dilakukan pada 30 Agustus 1973. Hal ini dilakukan setelah presiden menyampaikan surat beserta lampiran RUU ke DPR. 

Kemudian, pemerintah memberikan keterangan yang disampaikan langsung oleh Menteri yang bersangkutan, yang saat itu diwakili oleh Menteri Kehakiman Oemar Senoadji,Menteri Agama Mukti Ali dan sampai selesai presiden diwakili oleh kedua menteri tersebut .

Tahapan selanjutnya yaitu penyampaian pidato oleh anggota-anggota DPR dan diberikan waktu yang sama untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya yang diwakili oleh juru bicara dari masing-masing fraksi. Saat itu,ada empat fraksi yang menyampaikan pidatonya, yaitu dari Persatuan Pembangunan, PDI, Karya dan ABRI. Pada tahap ketiga, yaitu rapat antar komisi DPR dengan pemerintah yang di wakili oleh Menteri. 

Disinilah RUU diolah,pendapat antara DPR dan Menteri harus sinkron, sebab jika tidak maka akan memerlukan waktu berhari-hari untuk mendapatkan pendapat yang sama.Kemudian proses terakhir, yaitu sidang pleno DPR untuk mengesahkan undang-undang. Setelah disepakati bersama, maka sidang tersebut selesai dan naska RUU diberikan kepada presiden untuk ditandatangani untuk kemudian diundangkan.

Substansi Hukum dan Asas-Asas dalam Undang-Undang Perkawinan

Pengaturan mengenai hukum perkawinan tidak lagi hanya sebatas pada hukum substansi saja, "hal ini ada dalam Kompilasi Hukum Islam yang memang seharusnya menjadi porsi dari Kompilasi sudah cukup banyak memberikan  pengaturan tentang masalah prosedural atau yang berkenaan dengan tata cara pelaksanaan yang seharusnya termasuk dalam porsi perundang-undangan perkawinan. 

Mengenai apa yang disebutkan terakhir secara faktual telah ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya sebagaimana kemudian dilengkapi dengan berbagai Undang-Undang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama, yang juga memuat beberapa pasal, berkenaan dengan hukum acara mengenai perceraian. 

Akibat dimasukannya semua aspek hukum maka terjadi pembengkakan dalam hukum perkawinan sedang dalam hukum lainnya terasa sangat sedikit."

Substansi hukum perkawinan islam yang terkandung di dalam Undang-Undang Perkawinan adalah asas-asas hukum perkawinan islam menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang berlaku bagi orang islam di Indonesia terdiri atas tujuh asas, yaitu asas personalitas keislaman,asas persetujuan, asas kebebasan mencari pasangan, asas kesukarelaan, asas kemitraan suami istri, asas monogami terbuka dan asas untuk selama-lamanya.

Urgensitas Undang-Undang Perkawinan Bagi Masyarakat Indonesia

Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan hanya mengatur hal-hal yang bersifat paktis. Akan tetapi, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak dapat diktegorikan di dalamnya di dalamnya karena dasar hukumnya yang berupa instruksi Presiden tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

KHI diposisikan sebagai pedoman hakim dalam membuat keputusan atau diposisikan sebagai pedoman hakim alam membuat keputusan atau diposisikan sebagai fiqh munakahat Indonesia.

Kesimpulan

Ikatan perkawinan banyak meinmbulkan implikasi hukum kepada kedua belah pihak. Selian itu, ikatan perkawinan terdapat multitafsir yang disebabkan setiap agama memiliki aturannya sendiri mengenai pelaksaan perkawinan,terutama dalam agama islam yang tegas mengatur hukum perkawinan. 

Hal ini dapat kita lihat dalam substansi yang ada dalam aturan perkawinan di agama islam yang terkandung dalam undang-undang perkawinan, yakni asas personalitas keislaman, asas kesukarelaan, asas persetujuan, asas kebebasan memilih pasangan,asas kemitraan, asas monogami terbuka dan asas selama-lamanya. 

Dinamika politik perumusan yang terjadi dalam penyususan Undang-Undang Perkawinan ternyata membawa angin segar bagi hukum perkawinan di Indonesia, karena Undang-Undang Perkawinan ini memperjelas mengenai hukum adat dan hukum yang ada di agamanya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun