Kemudian, pemerintah memberikan keterangan yang disampaikan langsung oleh Menteri yang bersangkutan, yang saat itu diwakili oleh Menteri Kehakiman Oemar Senoadji,Menteri Agama Mukti Ali dan sampai selesai presiden diwakili oleh kedua menteri tersebut .
Tahapan selanjutnya yaitu penyampaian pidato oleh anggota-anggota DPR dan diberikan waktu yang sama untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya yang diwakili oleh juru bicara dari masing-masing fraksi. Saat itu,ada empat fraksi yang menyampaikan pidatonya, yaitu dari Persatuan Pembangunan, PDI, Karya dan ABRI. Pada tahap ketiga, yaitu rapat antar komisi DPR dengan pemerintah yang di wakili oleh Menteri.Â
Disinilah RUU diolah,pendapat antara DPR dan Menteri harus sinkron, sebab jika tidak maka akan memerlukan waktu berhari-hari untuk mendapatkan pendapat yang sama.Kemudian proses terakhir, yaitu sidang pleno DPR untuk mengesahkan undang-undang. Setelah disepakati bersama, maka sidang tersebut selesai dan naska RUU diberikan kepada presiden untuk ditandatangani untuk kemudian diundangkan.
Substansi Hukum dan Asas-Asas dalam Undang-Undang Perkawinan
Pengaturan mengenai hukum perkawinan tidak lagi hanya sebatas pada hukum substansi saja, "hal ini ada dalam Kompilasi Hukum Islam yang memang seharusnya menjadi porsi dari Kompilasi sudah cukup banyak memberikan  pengaturan tentang masalah prosedural atau yang berkenaan dengan tata cara pelaksanaan yang seharusnya termasuk dalam porsi perundang-undangan perkawinan.Â
Mengenai apa yang disebutkan terakhir secara faktual telah ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya sebagaimana kemudian dilengkapi dengan berbagai Undang-Undang terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama, yang juga memuat beberapa pasal, berkenaan dengan hukum acara mengenai perceraian.Â
Akibat dimasukannya semua aspek hukum maka terjadi pembengkakan dalam hukum perkawinan sedang dalam hukum lainnya terasa sangat sedikit."
Substansi hukum perkawinan islam yang terkandung di dalam Undang-Undang Perkawinan adalah asas-asas hukum perkawinan islam menurut hukum islam dan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan yang berlaku bagi orang islam di Indonesia terdiri atas tujuh asas, yaitu asas personalitas keislaman,asas persetujuan, asas kebebasan mencari pasangan, asas kesukarelaan, asas kemitraan suami istri, asas monogami terbuka dan asas untuk selama-lamanya.
Urgensitas Undang-Undang Perkawinan Bagi Masyarakat Indonesia
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan hanya mengatur hal-hal yang bersifat paktis. Akan tetapi, dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak dapat diktegorikan di dalamnya di dalamnya karena dasar hukumnya yang berupa instruksi Presiden tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
KHI diposisikan sebagai pedoman hakim dalam membuat keputusan atau diposisikan sebagai pedoman hakim alam membuat keputusan atau diposisikan sebagai fiqh munakahat Indonesia.