Meskipun platform seperti Scopus menyediakan sumber daya yang berharga untuk penyebaran pengetahuan ilmiah, platform ini juga harus bertanggung jawab untuk menjaga kualitas dan integritas literatur yang diindeksnya. Hanya melalui upaya kolektif untuk mempromosikan praktik penerbitan yang beretika, komunitas akademis dapat berharap untuk melestarikan kepercayaan terhadap penelitian dan publikasi ilmiah. Sebagai pengindeks bonafide, Scopus dalam pandangan saya kerap terkecoh oleh peneliti yakni dosen perguruan tinggi. Karena baginya yang penting adalah publikasi berbayar dari hasil penelitian persetan dengan jumlah dan siapa penulisnya.
Idealnya, riset yang baik itu jika dilakukan secara kolektif, berjama'ah. Faktanya, mahalnya biaya publikasi menjadi penyebab utama bertambahnya jumlah penulis yg diikutsertakan. Penulis pendukung tepatnya tambahan (co-writer) tidak berhenti pada penulis kedua tapi berlanjut sampai sekian deret nama.
Pada akhirnya, prinsip gotong royong/patungan dalam karya tulis ilmiah menjadi fenomena tidak ilmiahnya penelitian itu sendiri. Alih-alih untuk mengukuhkan kredibilitas seorang penulis, yang terjadi malah Scopus membidani lahirnya pseudo-penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H