Mohon tunggu...
Handoko Jafar
Handoko Jafar Mohon Tunggu... Dosen - @pena tanpa tinta

Iqra' wa uktub

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendekatan Kekinian dan Terapannya pada Pengajaran Bahasa Asing

13 Mei 2024   11:00 Diperbarui: 13 Mei 2024   11:14 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Munculnya berbagai pendekatan pengajaran yang bertujuan bagaimana siswa harus belajar muncul karena adanya perubahan fokus pengajaran dari pengajaran yang berpusat pada guru menjadi yang berpusat pada siswa, diklaim dapat diterapkan pada berbagai mata pelajaran seperti Pendekatan Konstruktivis, Pendekatan Kontekstual, Quantum. Belajar Mengajar, Pembelajaran Kooperatif, dan berbagai pendekatan dan model pembelajaran.

Pendekatan Konstruktivis

Gagasan bahwa belajar bukanlah suatu proses mengumpulkan fakta atau mengembangkan keterampilan, tetapi suatu proses di mana seorang anak secara aktif mengkonstruksi pemahaman berdasarkan pengalamannya (Piaget, 1936) menginspirasi para konstruktivis untuk mengadopsinya sebagai suatu pendekatan yang banyak digunakan dalam pengajaran sains. .

Perbedaan Pendekatan Konstruktivis dan Pendekatan Objektivis adalah Pendekatan Objektivis menekankan pengetahuan sebagai suatu objek, sedangkan Pendekatan Konstruktivis proses berpikir untuk memberi makna. Beberapa ciri Pendekatan Konstruktivis (Constructivist Approach) dibandingkan dengan Pendekatan Objektif (Objective Approach) (Brooks, 1999) adalah: 1) dalam kurikulum OA disajikan sebagian secara keseluruhan, dengan penekanan pada keterampilan dasar. Di CA, kurikulum disajikan secara keseluruhan dengan penekanan pada konsep-konsep besar, 2) di OA, kepatuhan yang ketat terhadap kurikulum tetap sangat dihargai; sementara di CA, mengejar pertanyaan sangat dihargai, 3) aktivitas kurikulum di OA sangat bergantung pada buku teks dan buku kerja, namun aktivitas kurikulum CA sangat bergantung pada sumber data primer dan materi manipulatif, 4) siswa di OA dipandang sebagai "papan tulis kosong" dalam mana informasi yang terukir oleh guru sementara di CA siswa dipandang sebagai pemikir dengan teori-teori yang muncul tentang dunia, 5) di OA guru umumnya berperilaku didaktik, menyebarkan informasi kepada siswa dan Di CA guru umumnya berperilaku interaktif, memediasi lingkungan bagi siswa, 6) ketika guru di OA mencari jawaban yang benar untuk memvalidasi pembelajaran siswa, di CA mencari sudut pandang siswa untuk memahami konsepsi siswa saat ini untuk digunakan dalam pelajaran berikutnya,7) dalam OA penilaian pembelajaran siswa dipandang terpisah dari pengajaran dan hampir seluruhnya melalui pengujian tetapi di CA penilaian pembelajaran siswa terjalin dengan pengajaran dan terjadi melalui observasi guru terhadap siswa di dan melalui pameran dan portofolio siswa, 8) siswa pada dasarnya bekerja sendiri di OA, namun mereka bekerja di kelompok di CA.

Model proses belajar mengajar yang menggunakan prinsip Konstruktivis adalah siklus 6E (Johnston, 2001), yaitu: End yang berarti sasaran atau tujuan pembelajaran. Engagement, yaitu melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Di sini guru dapat mengajukan pertanyaan, menyajikan masalah, menunjukkan peristiwa yang bertentangan, atau menantang keyakinan umum. Eksploration, yang berarti meneliti suatu objek, situasi, atau peristiwa; menjalin hubungan; menemukan pola; mengidentifikasi variabel; atau mempertanyakan suatu peristiwa. Explanation, yaitu guru meminta siswa menjelaskan tentang benda, keadaan, atau peristiwa yang baru saja diamati dan dialami. Kemudian guru memberikan penjelasan ilmiah. Elaboration, artinya menggeneralisasikan dari konsep, proses, atau keterampilan yang dipelajari. Dilanjutkan dengan eksperimen untuk menerapkan, memperluas, atau memperdalam konsep, proses, atau keterampilan tersebut. Evaluation, yaitu guru melakukan penilaian informal dengan mengamati proses belajar mengajar sejak awal kegiatan, dan penilaian formal terhadap prestasi siswa setelah tahap elaborasi. Model ini disebut siklus karena setelah langkah ke-6 proses boleh dilanjutkan lagi dari langkah ke-1.

Pendekatan Kontekstual

Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) diklaim didasarkan pada Pendekatan Konstruktivis. Pendekatan ini menekankan upaya guru untuk menghubungkan pengajaran dengan lingkungan siswa, dan menghubungkan pengetahuan siswa dengan penerapannya dalam kehidupan nyata. Beberapa ciri yang perlu dikembangkan dalam Pendekatan Kontekstual (Suyanto & Latief, 2002) adalah menekankan pentingnya pemecahan masalah, mengakui perlunya melakukan kegiatan pembelajaran dalam berbagai konteks, seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja. Membimbing pembelajaran menuju belajar mandiri, menekankan pembelajaran pada berbagai konteks kehidupan siswa, mendorong siswa belajar dari teman sebaya dan kerja kelompok, dan menggunakan penilaian otentik/proses.

Unsur-unsur Pendekatan Kontekstual adalah: 1) konstruktivisme, yang menekankan pada pengaktifan latar belakang pengetahuan peserta didik dan refleksi terhadap pembelajaran siswa, 2) bertanya, sebagai strategi untuk mendorong, membimbing, dan menilai pembelajaran siswa, 3) inkuiri, sebagai suatu kegiatan yang terdiri dari mengamati, menanya, membuat hipotesis, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan, 4) komunitas belajar, yang menyarankan agar hasil belajar diperoleh melalui kerja sama dan belajar satu sama lain, 5) pemodelan, yang diberikan oleh guru atau bekerja sama dengan siswa, 6) refleksi, yaitu dilakukan untuk mengkaji/memperkuat apa yang telah dipelajari, 7) penilaian autentik, sebagai proses evaluasi yang ditekankan dalam pendekatan ini. Pendekatan ini dapat digunakan dalam prosedur pembelajaran.

Pengajaran dan Pembelajaran Kuantum

Pengajaran dan Pembelajaran Kuantum, Degeng (2001) dan DePorter et al. (1999) memaknainya sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi pancaran, dan Quantum merupakan orkestrasi dari berbagai interaksi yang ada di dalam dan sekitar momen pembelajaran. Quantum Teaching and Learning (QTL) juga mengklaim didasarkan pada Pendekatan. QTL memiliki kemiripan dengan Sugestopedia. Suggestopedia berfokus pada pengajaran bahasa, sedangkan QTL berfokus pada pengajaran dan pembelajaran secara umum. QTL menekankan upaya menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan untuk mencapai kesejahteraan siswa. QTL menyarankan agar guru memasuki dunia siswa dan menghadirkan dunia guru. Semakin dalam guru memasuki dunia siswa, semakin besar pula pengaruh yang dapat diberikannya kepada siswa.

Dalam proses belajar mengajar, QTL berupaya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan menumbuhkan motivasi belajar siswa, mengembangkan rasa simpati dan saling pengertian, menciptakan keceriaan dan keheranan selama pembelajaran, mendorong siswa mengambil resiko (coba-coba) dalam belajar, mengembangkan rasa memiliki. menunjukkan model yang bagus.

Membangun landasan pembelajaran yang kuat melalui: 1) menentukan tujuan bersama antara guru dan siswa, 2) membangun prinsip dan nilai bersama, 3) menumbuhkan rasa percaya diri pada guru dan siswa, 4) membuat kesepakatan, kebijakan, prosedur bersama, dan pengaturan proses belajar mengajar, 5) menjalin kemitraan dalam pembelajaran.

Menata lingkungan belajar yang menyenangkan dengan cara: 1) menata ulang lingkungan kelas/sekolah (fisik dan non fisik) dengan menggunakan media yang menarik, misalnya demonstrasi via OHP atau PPT (Power-point), 2) menata meja dan kursi agar siswa nyaman dalam belajar, 3) menata tumbuhan, misalnya bunga, hewan, ikan dalam akuarium, dan ruang kelas agar terasa segar, 4) menggunakan musik sebagai latar proses belajar mengajar.

Untuk mengatur proses belajar mengajar yang dinamis dengan: 1) menyatukan dunia kita dan dunia siswa, 2) menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik peserta didik, 3) menggabungkan keberhasilan, kegagalan, dan risiko, 4) menggunakan langkah-langkah mendaftarkan/memotivasi, mengalami, memberi label /menamakan, mendemonstrasikan, mengulas, dan merayakan, 5) menggunakan metafora, analogi, atau sugesti.

Model pembelajaran menggunakan QTL ini disingkat dengan EEL Dr. C, yaitu: Enroll, yaitu. menciptakan situasi yang dekat dengan kehidupan nyata siswa, sehingga mereka dapat merasa penasaran. Experience, yaitu menciptakan pengalaman belajar dimana semua siswa dapat terlibat. Label, yaitu memberi nama atau kata kunci pada topik yang diajarkan. Demonstrate, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pengetahuan atau kemampuannya. Review, yaitu mengarahkan siswa untuk meninjau kembali pelajaran sehingga mereka mengetahui bahwa mereka mengetahui. Celebrate, yaitu mengakui penyelesaian tugas, partisipasi siswa, dan perolehan keterampilan dan pengetahuan baru.

Pembelajaran Kooperatif

Metode Pembelajaran Kooperatif (Slavin, 1995) menganut gagasan bahwa siswa seharusnya bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab atas pembelajaran rekan satu timnya serta pembelajaran mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif mengklaim bahwa kerja kelompok lebih baik daripada kompetisi individu. Dalam praktiknya, pembelajaran kooperatif di kelas dilakukan dalam kelompok kecil.

Pembelajaran kooperatif memiliki lima elemen dasar (Johnson et al., 1993). Pertama, harus ada saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok. Siswa harus memahami prinsip "tenggelam atau berenang bersama". Jika satu gagal, semuanya gagal. Oleh karena itu, seluruh anggota kelompok bekerja demi kepentingan dirinya sendiri dan juga demi kelompok. Kedua, harus ada akuntabilitas individu dan kelompok. Kelompok harus bertanggung jawab dalam mencapai tujuannya, dan masing-masing anggota harus menyumbangkan bagiannya untuk tugas tersebut (tidak seorang pun boleh "menumpang" orang lain). Ketiga, adanya interaksi tatap muka untuk berpromosi guna mendorong keberhasilan bersama. Mereka hendaknya membantu, mendukung, mendorong, dan memuji upaya pembelajaran satu sama lain. Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Selain mempelajari tugas akademis, anggota kelompok juga mempelajari keterampilan komunikasi, kepemimpinan, kepercayaan, pengambilan keputusan, dan manajemen konflik yang tepat. Kelima, ada pemrosesan kelompok. Kelompok diberikan waktu dan prosedur untuk menilai apa yang berhasil dan apa yang tidak, apa yang harus dipertahankan dan apa yang harus diubah agar terjadi perbaikan terus-menerus.

Berikut adalah beberapa model pembelajaran kooperatif yang diambil dari Slavin (1995), Frazee & Rudnitski (1995): Student Teams-Achievement Division (STAD), Teams-Games-Tournaments (TGT), Group Investigation (GI), Group Discussion, Group Project, Jigsaw, Numbered Heads Together, atau Think-Pair.

 

PAKEM

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran yang Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan, baik bagi guru maupun siswa. Ini adalah salah satu model pembelajaran yang dikembangkan untuk konteks Indonesia. Ciri-ciri Guru aktif adalah: 1) memantau kegiatan belajar siswa, 2) memberikan umpan balik, 3) mengajukan pertanyaan yang menantang, 4) mempertanyakan gagasan siswa. Siswa aktif: 1) bertanya, 2) mengemukakan gagasan, 3) mempertanyakan gagasan orang lain. Kreatif guru: 1) mengembangkan berbagai kegiatan, 2) membuat media pembelajaran sederhana. Kreatifitas siswa: 1) merancang/membuat sesuatu, 2) menulis/mengarang. Guru yang efektif adalah mencapai tujuan pengajaran/pembelajaran. Efektif bagi siswa adalah penguasaan kompetensi yang dibutuhkan. Menyenangkan adalah guru tidak boleh membuat siswa takut berbuat kesalahan atau ditertawakan. Siswa didorong untuk mencoba/membuat sesuatu, bertanya, mengemukakan gagasan atau mempertanyakan gagasan orang lain.

PAKEM harus didukung oleh sikap guru yang berpikiran terbuka, mendengarkan pendapat siswa, menghargai pendapat siswa, memberikan masukan, memberi semangat, menumbuhkan rasa percaya diri, membiarkan siswa mencoba sebelum membantu, tidak mengejek, membiasakan siswa mendengarkan orang lain, dan menoleransi kesalahan serta mendorong koreksi.

PAKEM menciptakan lingkungan kelas yang kondusif untuk pembelajaran seperti memuat berbagai sumber belajar, buku, benda nyata, media, dan hasil karya siswa, menyediakan bahan dan peralatan pembelajaran, membuat meja dan kursi nyaman, dan memiliki sudut baca. Saat ini akronim PAKEM menjadi PAIKEM dengan tambahan I untuk inovatif.

Bahasa Asing & Pendekatan Pengajarannya

Permasalahan pembelajaran bahasa asing di Indonesia adalah: (a) lulusan SMU sulit berbicara dan menulis dalam bahasa target, (b) penguasaan bahasa target yang baik terbantu dengan mengikuti kursus privat, (c) guru terlalu mengandalkan buku teks, dan (d) guru fokus terlalu banyak pada fitur linguistik.

Pengajaran bahasa Inggris contohnya di sekolah menengah di Indonesia condong menggunakan prinsip/karakteristik yang mengadopsi CLT dengan Pendekatan Wacana (Celce-Murcia et al., 1995). Pendekatan ini menempatkan kompetensi wacana sebagai tujuan akhir, yang didukung oleh kompetensi sosial budaya, kompetensi linguistik, kompetensi tindakan, dan didukung oleh kompetensi strategis. Oleh karena itu, target kompetensi bahasa Inggris siswa sekolah menengah di Indonesia adalah kemampuan menghasilkan berbagai jenis teks (genre) interpersonal, transaksional, dan fungsional, seperti narasi, deskripsi, prosedur, laporan, recount, berita, eksposisi, penjelasan, diskusi. , review, anekdot, dan spoof.

Mustinya, selain bahasa Inggris dianggap sebagai sarana untuk pengembangan diri, memperoleh pengetahuan, dan komunikasi global, prosedur pengajarannya mengambil teknik tiga fase, yaitu pra-kegiatan, kegiatan utama, dan pasca kegiatan serta seluruh materi dalam standar isi (SK-KD) harus diajarkan. Mereka termasuk jenis teks interpersonal, transaksional, dan fungsional. Bahan ajarnya juga harus dari berbagai mata pelajaran, dan mencakup wilayah lokal, nasional, regional, dan internasional.

Prinsip lainnya adalah fokus pengajaran harus pada keterampilan: mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Pendekatan pengajaran harus dikontekstualisasikan dengan kehidupan nyata siswa; Siswa dituntut untuk mencari contoh lain dari lingkungannya, selain contoh yang diberikan guru/buku teks.

Perlu adanya pedoman dalam mengkonstruksi teks, yaitu dalam menentukan fungsi sosial, struktur teks/makna, dan ciri kebahasaan teks. Sasaran belajar-mengajar adalah kemampuan siswa dalam menghasilkan teks lisan dan tulis dan harus ada kegiatan interaktif antara guru dan siswa, antar siswa.

Meskipun kegiatan belajar-mengajar meliputi tatap muka, latihan terstruktur, dan kegiatan mandiri, kegiatan harus mengembangkan kecakapan hidup: kecakapan pribadi, sosial, akademik, dan kejuruan. Kegiatan harus bertujuan untuk: (a) mengembangkan sikap positif terhadap keberagaman, dan (b) menghormati dan menghargai nilai-nilai budaya lokal, nasional, regional, dan internasional dan harus fokus pada siswa dan mengembangkan inisiatif, kreativitas, pemikiran kritis, dan belajar mandiri sehingga capaian pembelajaran tidak melulu soal kompetensi berbahasa (language competance) tapi juga performa berbahasa (language performance) yang semestinya lebih mengemuka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun