Mohon tunggu...
Hok Liong Souw
Hok Liong Souw Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan bahkan jutaan kepala.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

87 Tahun Sumpah Pemuda: Antara Imperialisme Bahasa (Inggris) dan Eksistensi Bahasa Indonesia

28 Oktober 2015   16:46 Diperbarui: 28 Oktober 2015   17:16 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 -       Argumen intrinsik menyatakan bahasa Inggris sebagai bahasa yang kaya, terhormat dan menarik. Argumen seperti ini berusaha meninggalkan kesan bahwa bahasa Inggris adalah seperti itu, sedangkan bahasa lain tidak.

–       Argumen ekstrinsik menyatakan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa yang sudah mapan: karena ia memiliki banyak penutur dan banyak tersedia pengajar berpengalaman dan materi pengajaran yang berlimpah.

–       Argumen fungsional yang menekankan bahasa Inggris sebagai pintu gerbang dunia.

–       Argumen kegunaan ekonomi bahwa bahasa Inggris memungkinkan mengoperasikan teknologi.

–       Fungsi ideologisnya bahwa bahasa Inggris mewakili modernitas.

–       Statusnya sebagai simbol kecukupan materi dan efisiensi.

Setelah pembaca menyimak berbagai argumen di atas, maka tidak heran bukan kalau banyak berdiri sekolah-sekolah yang menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa utama dalam proses pengajaran. Kalau pun sistem sekolah itu dibawakan secara bilingual, paling bahasa keduanya adalah bahasa Mandarin.

Tidak sampai di situ saja. Jika pembaca teliti menyimak berbagai status yang dilontarkan di berbagai media sosial, banyak muda-mudi yang menuliskan status dengan bahasa Inggris, tapi apakah pembaca pernah menanyakan, kalau mayoritas, atau kalau tidak semua teman di lingkaran pertemanan di media sosial orang Indonesia semua, perlukah memakai bahasa Inggris?

Tapi yang membuat miris, sebagai salah satu produk dari argumen di atas, yakni anak sedari kecil sudah ditanamkan bahwa berbahasa asing (baca: Inggris) dengan baik lebih diharapkan oleh orang tua. Padahal, berbahasa Indonesia pun juga perlu dipelajari dan dipraktikkan.

Memang, sebagian barangkali berpendapat yang namanya bahasa ibu tidak dapat hilang begitu saja. Akan tetapi, di sini bukan masalah hilang atau tidaknya, tetapi berbahasa yang baik dan benar, karena itulah identitas kita. Aneh bukan bila melihat seorang asing dapat lebih mahir menggunakan bahasa Indonesia baik formal maupun non-formal, sedangkan kita sendiri hanya dapat berbahasa Indonesia secara non-formal, giliran berbahasa formal pletat-pletot.

Lagipula, apakah betul berbahasa Inggris mewakili kemajuan teknologi dan modernitas? Menurut penulis tidak selalu demikian. Benar adanya negara-negara maju dan berbahasa Inggris, tak usah jauh-jauh, tengok Singapura. Tapi ingat, masih banyak pula negara-negara maju yang rakyatnya tidak identik bisa berbahasa Inggris, seperti Jepang, Korea Selatan, Prancis, Jerman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun