Ramadan menjadi bulan yang sangat spesial bagi umat muslim dimanapun berada. Bagi saya dan keluarga menjadi lebih spesial lagi karena tahun ini merupakan tahun ketiga kami menjalankan ibadah puasa di Praha.Â
Berpuasa di luar Indonesia tentunya memberikan pengalaman yang berbeda dan sangat berkesan, baik dari durasi berpuasanya, kerinduan mendengar suara adzan secara langsung, hingga bagaimana bisa tetap berpuasa di tengah masyarakat yang tentunya mayoritas tidak berpuasa.
Tiga tahun berturut-turut bulan Ramadan jatuh saat musim semi di Praha, yang artinya waktu siang lebih panjang dibandingkan malam.Â
Tahun 2019, tahun pertama Ramadan saya dan keluarga di Praha mungkin menjadi tahun yang penuh tantangan dalam menjalankan ibadah puasa -- khususnya bagi anak saya yang saat itu masih berusia 8 tahun -- karena saat itu kami berpuasa dengan lama waktu hingga 18 jam.
Bagi saya dan istri, kami bisa dengan cepat beradaptasi dengan lamanya durasi berpuasa di Praha. Namun yang sempat membuat saya dan istri bertanya-tanya apakah anak saya bisa melaksanakan puasa full satu hari selama 18 jam.Â
Sebelum pindah ke Praha, Alhamdulillah anak saya sudah ikut menjalankan puasa ramadan di Jakarta tapi tentunya dengan durasi yang lebih singkat, dan di sekelilingnya banyak yang berpuasa sehingga menjadi motivasinya juga untuk semangat berpuasa.Â
Di awal sebelum masuk bulan Ramadan, saya sudah memberikan gambaran pada anak saya bahwa lama puasa di Praha akan lebih panjang, dan teman-temannya di sekolah tidak berpuasa.Â
Saya sampaikan jika ia tidak sanggup untuk berpuasa selama 18 jam, ia boleh berpuasa sesuai durasi puasa di Jakarta sambil perlahan-lahan belajar menambah durasi puasanya sesuai durasi di Praha. Namun, cukup mengejutkan buat saya dan istri, ternyata Alhamdulilillah anak saya bisa menjalankan puasa secara full satu bulan dengan durasi 18 jam.
Selain panjangnya waktu berpuasa, yang tidak kalah menantang berpuasa di Praha adalah jarak waktu salat khususnya dari isya ke subuh yang berdekatan. Hal ini dikarenakan waktu siang lebih panjang dibandingkan malam.Â
Di 2019, kami mengalami selesai salat tarawih jam 12 malam, lalu jam 2 dini hari sudah harus bangun sahur karena waktu subuh jam 3 dini hari.Â
Untuk mensiasati supaya tidak "kebabalasan" sahurnya, saya memilih tidak tidur seusai tarawih. Karena dengan jeda hanya 2 jam, ketika badan letih bisa mengabaikan suara alarm yang kencang sekalipun. Namun, sekali lagi saya bersyukur, saat itu anak saya, walaupun kadang harus penuh perjuangan membangunkannya untuk sahur, ia bisa melewati waktu salat tarawih dan sahur yang berdekatan dengan lancar.
Tahun 2020, durasi puasa kurang lebih 17 jam, namun karena pandemi covid-19 dan saat itu pemerintah Ceko memberlakukan lockdown, sehingga kami lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja yang membuat puasa tidak "seberat" tahun 2019.Â
Tahun 2021 ini, durasi berpuasa kurang lebih 16 jam. Dan karena masih dalam situasi pandemi, aktivitas luar rumah juga tidak banyak, sekolah anak pun bergantian satu minggu online satu minggu offline, sehingga anak saya semakin enjoy menjalani puasanya tahun ini, selain tentunya sudah ada pengalaman berpuasa dengan durasi panjang di tahun sebelumnya.Â
Untuk waktu salat isya ke subuh pun jaraknya tidak sedekat seperti tahun 2019, karena masih di awal-awal musim semi sehingga jarak waktu salat isya ke subuh belum terlalu dekat.
Tiga tahun berpuasa di perantauan -- sudah seperti bang Toyib ya, tiga kali lebaran tidak pulang, hehe -- menumbuhkan rasa rindu akan suasana berpuasa di Indonesia, khususnya rindu untuk mendengar suara adzan maghrib yang berkumandang dari masjid.Â
Di Praha sendiri ada beberapa masjid yang diizinkan untuk beroperasi, tapi tentunya ketika waktu adzan tidak diperkenankan menggunakan speaker luar dan hanya speaker dalam saja, selain tentunya jumlah umat Islam di Praha -- dan Ceko pada umumnya -- tidak banyak hanya sekitar 0.2% dari jumlah penduduk Ceko, ada juga kebijakan untuk semua tempat ibadah tidak menggunakan speaker luar. Dan saya rasa ini wajar, karena memang di banyak negara memberlakukan juga kebijakan seperti itu.Â
Islam di Ceko mulai berkembang ketika negara ini masih bergabung bersama Slovakia sebagai negara Cekoslovakia. Belum ada data sensus mengenai jumlah populasi Muslim di Ceko, namun diperkirakan jumlahnya saat ini sekitar 20 ribuan orang.Â
Tidak seperti kebanyakan negara Eropa lainnya yang membuka pintu bagi imigran atau pengungsi Muslim korban perang, pemerintah Ceko hingga saat ini masih menolak kedatangan mereka. Kedatangan populasi muslim di Ceko awalnya untuk menempuh pendidikan hingga akhirnya menetap.
Menjalankan ibadah puasa di tengah masyakat yang mayoritas tidak berpuasa memberikan pengalaman mendalam bagi saya dan keluarga selama tiga tahun ini, terutama bagi anak saya.Â
Bulan Ramadan menjadi media bagi saya untuk memberikan pemahaman pada anak mengenai keberagaman umat manusia. Di sinilah saya memberikan gambaran bahwa didunia ini manusia berasal dari beraneka ragam suku, agama dan ras. Yang artinya ia pasti akan bertemu dengan orang-orang yang berbeda keyakinan dengannya. Sehingga apapun pilihan keyakinan orang lain, ia harus menghormatinya. Pun saat memasuki bulan Ramadan, ketika ia harus berpuasa sementara teman-temannya tidak berpuasa, ia tetap harus menghormati teman-temannya. Karena sejatinya itu adalah bentuk ujian untuknya, ujian yang akan menempa dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat.
Semoga bulan Ramadan tahun ini memberi keberkahan bagi umat Islam di mana pun berada. Dan semoga Ramadan tahun ini menjadi "obat" untuk pandemi covid-19 yang belum berakhir, agar pandemi segera sirna dari muka bumi.
Selamat berpuasa. Salam dari Praha!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H